Searching...
Jumat, 14 November 2014

IBNU TAIMIYAH MEMBOLEHKAN TAHLILAN



Salah seorang dari penganut sekte aswaja indon, baru saja pulang dari acara ritual tahlilan, dan di tengah jalan ketemu dengan saudaranya sunni salafi.
Dan terjadilah dialog antara Aswaja Indon (AI) dengan Sunni salafi (SS).

Ss: Assalamu’alaikum Akhi,..??

Ai: dengan penuh pandangan sinis di AI tidak menjawab salam dari saudaranya, malah mengatakan:” apa mau bid’ah-bid’ahin saya.”


Ss: ya Akhii, jawab salam itu wajib.. jawab dulu donk salam ana.

Ai : wa’alaikum salam ada apa?

Ss: dari mana akhi..?

Ai : kan dah di bilang dari acara tahlilan, kenapa kamu mau membid’ahkan tahlilan? Apa kamu gak tau ulama panutan wahabi membolehkan tahlilan

Ss: dengan penuh keheranan seorang sunni salafy bertanya; mang ada ya ulama yang membolehkan tahlilan

Ai: itu loh si Ibnu Taimiyah membolehkan tahlilan di Majmu’  fatawa di juz 22 hal 520

Ss: oh, pasti antm  tau dari blognya Ahli Hadist Muhammad Idrus Ramli kan?

Ai: iya

Ss:  oke tunggu sebentar di sini, ana ambil bukunya dulu,
Kemudian Si Ss pun pulang ke rumah sambil mengambil buku Majmu’ fatawa juz 22 dan menunjukkannya kepada Si Ai..
Yang ini bukan yang antm maksud:
وَسُئِلَ :
عَنْ رَجُلٍ يُنْكِرُ عَلَى أَهْلِ الذِّكْرِ يَقُولُ لَهُمْ : هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌ وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌ وَهُمْ يَفْتَتِحُونَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُونَ ثُمَّ يَدْعُونَ لِلْمُسْلِمِينَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّكْبِيرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُنْكِرُ يُعْمِلُ السَّمَاعَ مَرَّاتٍ بِالتَّصْفِيقِ وَيُبْطِلُ الذِّكْرَ فِي وَقْتِ عَمَلِ السَّمَاعِ "
فَأَجَابَ :
الِاجْتِمَاعُ لِذِكْرِ اللَّهِ وَاسْتِمَاعِ كِتَابِهِ وَالدُّعَاءِ عَمَلٌ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَالْعِبَادَاتِ فِي الْأَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيحِ عَنْالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : { إنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ فَإِذَا مَرُّوا بِقَوْمِ يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إلَى حَاجَتِكُمْ } وَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَفِيهِ { وَجَدْنَاهُمْ يُسَبِّحُونَك وَيَحْمَدُونَك } لَكِنْ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ هَذَا أَحْيَانًا فِي بَعْضِ الْأَوْقَاتِ وَالْأَمْكِنَةِ فَلَا يُجْعَلُ سُنَّةً رَاتِبَةً يُحَافَظُ عَلَيْهَا إلَّا مَا سَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُدَاوَمَةَ عَلَيْهِ فِي الْجَمَاعَاتِ ؟ مِنْ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ فِي الْجَمَاعَاتِ وَمِنْ الْجُمُعَاتِ وَالْأَعْيَادِ وَنَحْوِ ذَلِكَ . وَأَمَّا مُحَافَظَةُ الْإِنْسَانِ عَلَى أَوْرَادٍ لَهُ مِنْ الصَّلَاةِ أَوْ الْقِرَاءَةِ أَوْ الذِّكْرِ أَوْ الدُّعَاءِ طَرَفَيْ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنْ اللَّيْلِ وَغَيْرُ ذَلِكَ : فَهَذَا سُنَّةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ قَدِيمًا وَحَدِيثًا .
Syeikul Islam di tanya tentang seseorang yang memprotes Ahlu dzikir dengan berkata kepada mereka: dzikir kalian ini bid’ah dan mengeraskan yang kalian lakukan juga bid’ah mereka memulai dan memuilainya dengan Al-Qur’an kemudian mendo’akan kaum muslimin yang masih hidup maupun yang sudah meninggal mereka menggabungkan antara tasbih, tahmid, tahlil , takbir, dan hauqolah( laa haulaa wa laa quwwata illa billah) dan sholawat kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam dan ORANG YANG MENGINGKARI TERSEBUT MALAH MEMPERDENGARKAN TEPUKAN TANGAN BERKALI-KALI DAN TIDAK BERDZIKIR??

Kemudian beliau menjawab:
Berkumpul dalam rangka mengingat Allah, mendengarkan Al-qur’an dan berdo’a adalah amal –shalih termasuk mendekatkan diri kepada Allah dan ibadah yang paling utama pada setiap waktu, dalam shahih Bukhari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang selalu berpergian di muka bumi, apabila mereka bertemu dengan sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, mereka memanggil, “ Silahkan sampaikan hajat kalian.” Lanjutan hadist: “ kami menemukan  mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Mu..”
AKAN TETAPI HAL INI HENDAKNYA DILAKUKAN PADA SESEKALI DI SEBAGAIAN WAKTU DAN TEMPAT, DAN TIDAK MENJADIKANNYA RUTINIAS KECUALI APA YANG ROSULULLAH  shollallahu ‘alaihi wa sallamTELAH CONTOHKAN UNTUK DILAKUKAN TERUS MENERUS SECARA BERJAMA’AH,  adapun memelihara rutinitas bacaan-bacaan wirid , shalat, membaca al-qur’an,berdzikir dan berdo’a setiap pagi dan sore serta pada sebagian waktu malam dan lain-lain hal ini merupakan kebiasaan Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dan para hamba- hamba Allah yang Shalih dahulu dan sekarang.”

Aa: tuh kan ulama panutan wahabi membolehkan dzikir jama’ah termasuk tahlilan

Ss: coba bisa jelaskan Akhii??

Aa : dalam perkataan Ibnu Taimiyah tadi disebutkan bahwa bahwa Dzikir bersama atau berjama’ah dengan mengeraskan suara dan bacaan seragam tidaklah bid’ah, lah kenapa ente malah membid’ahkan apa yang tidak dibid’ahkan oleh ulama panutan ente??

Ss: oh pasti antm tau ini dari blognya Ahli hadist antm yang bernama Muhammad Idrus Ramli itu kan:

Aa: dengan penuh malu-malu dia menjawab :” iya emang kenapa?”.

Ss:  maka Ss pun mencoba untuk menjelaskan dengan penuh hikmah dan ilmiyah. “ begini akhii.., perkataan Ibnu Taimiyah sama sekali tidak menunjukkan akan kebolehan berdzikir berjama’ah apalagi tahlilan sebagaimana di katakan oleh Sang Ahli Hadist Antm, karena beberapa sebab:
1.Sang Ahli Hadist yang antm idolakan itu menipu antm sekalian dengan menyelewengkan terjemahan dari perkataan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah yang seharusnya AL-IJTIMA’ LI DZIKRILLAH  diterjemahkan “berkumpul untuk mengingat Allah”  tapi di terjemahkan oleh dia dengan “ dzikir berjama’ah.” Dan ini termasuk aksi tipu-tipu yang dia lakukan untuk mengelabuhi ummat.

2. berkumpul dalam rangka mengingat Allah itu di lakukan dengan cara-cara yang di lakukan oleh Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dengan membaca Al-qur’an, membuka majelis Ilmu, dan lain-lainnya, bukan dengan cara yang tidak pernah dicontohkan oleh Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

3. Syeikhul Islam sendiri membid’ahkan untuk mengadakan ritual tahlilan di kitabnya yang sama di Majmu’ Fatawa juz 24 hal 316
Dimana beliau berkata:
وَأَمَّا صَنْعَةُ أَهْلِ الْمَيِّتِ طَعَامًا يَدْعُونَ النَّاسَ إلَيْهِ فَهَذَا غَيْرُ مَشْرُوعٍ وَإِنَّمَا هُوَ بِدْعَةٌ بَلْ قَدْ قَالَ جَرِيرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ : كُنَّا نَعُدُّ الِاجْتِمَاعَ إلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَتَهُمْ الطَّعَامَ لِلنَّاسِ مِنْ النِّيَاحَةِ . وَإِنَّمَا الْمُسْتَحَبُّ إذَا مَاتَ الْمَيِّتُ أَنْ يُصْنَعَ لِأَهْلِهِ طَعَامٌ ، كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا جَاءَ نَعْيُ جَعْفَرِ بْنِ أَبِي طَالِبٍ : { اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ }.
“ Adapun keluarga mayit membuat makanan, dan mengundang manusia ke rumahnya maka ini sama sekali tidak di Syari’atkan dan itu termasuk BID’AH bahkan, (salah seorang sahabat yang bernama )Jarir Bin Abdillah berkata:” kami dahulu menganggap bahwa berkumpul di rumah keluarga mayit dan membuat makanan untuk manusia termasuk dalam Niyahah (meratap), akan tetapi yang disukai jika ada seorang yang meninggal adalah membuat makanan untuk keluarga mayit sebagaimana Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena sekarang mereka telah di timpa kesedihan.”

Aa : oh berarti pernyataan bahwa Ibnu Taimiyah itu membolehkan itu gak bener ya ??

Ss : Iya Akhii

Aa : tapi itukan cuma ulama wahabi aja yang membid’ahkan tahlilan

Ss : kata siapa Akhii.. apa antm gak tau kalau Imam Asy-Syafi’i mengatakan dalam kitab Al-Umm juz 1 halaman 279
وَأَكْرَهُ الْمَأْتَمَ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ وَإِنْ لم يَكُنْ لهم بُكَاءٌ فإن ذلك يُجَدِّدُ الْحُزْنَ وَيُكَلِّفُ الْمُؤْنَةَ مع ما مَضَى فيه من الْأَثَر
“ dan Aku membenci Al-ma’tam yaitu berkumpul (di rumah keluarga mayit dengan membuat makanan) meskipun tidak disertai dengan tangisan karena hal itu hanya menimbulkan rasa sedih dan membuat susah (keluarga mayit) sebagaiman telah lalu Atsar yang melarang hal ini.”

Aa: wah ente nih gak teliti bro, coba ente simak perkataan Imam Syafi’i tersebut, Imam Syaf’i gak melarang tahlilan tapi hanya memakhrukhkan doang, kan ente tau makhruh itu dikerjakan tidak apa-apa ditinggalkan mendapat pahala, jadi tahlilan itu gak apa-apa di kerjakan bro..

Ss:  begini akhii... lafadz makhruh menurut ulama mutaqaddimin dengan ulaman muta’akhirin itu berbeda.
Tekadang lafadz makhruh yang di gunakan oleh ulama mutaqaddimin itu bermakna haram, karena makhruh menurut para ulama mutaqaddimin itu ada dua:
1.Makhruh li tanzih(makhruh yang tidak sampai pada derajat haram)
2. Makhruh li tahrim(makhruh yang di haramkan)
Coba antum lihat pembahasannya di kitab-kitab ushul fiqh sepert kitab Raudhah An-Nadhiir karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy hal 38 cetakan Dar Ihya’ At-Turats.
Dan yang oleh Imam Syafi’i tersebut adalah Makhruh li Tahrim atau Makhruh yang di haramkan dengan bukti sebagai berikut:

1.       Pernyataan Imam Asy-Syafi’i di kitab yang sama dan juz serta halaman yang sama mengatakan:
وَأَكْرَهُ النِّيَاحَةَ على الْمَيِّتِ بَعْدَ مَوْتِهِ
“ dan Aku membenci meratapi mayit setelah kematiannya.” Lihat Al-Umm 1/279
2.       Pernyataan para ulama Madzab Asy-syafi’i mengatakan bhawa perbuatan tersebut adalah bid’ah munkaroh seperti yang di ktakan pengarang ‘Ianatu Ath-Thalibin:
نعم ما يفعله الناس من الاجتماع عند أهل الميت وصنع الطعام من البدع المنكرة التي يثاب على منعها والي الأمر ثبت الله به قواعد الدين وأيد به الإسلام والمسلمين
“ ya, Apa yang di kerjakan oleh sebagian orang dengan berkumpul di rumah keluarga mayyit, dan membuat makanan adalah BID’AH MUNKAROH, yang seorang waliyul amr akan iberi pahala jika mencegahnya, yang denganya Allah mengokohkan pondasi-pondasi agama dan menguatkan islam dan kaum muslimin.” Lihat ‘Ianatu At-Thalibin 2/145
3.       Pernyataan ulama lain selain madzhab Asy-Syafi’i  yang mengatakan hal itu juga BID’AH YANG BURUK  seperti apa yang dikatakan pengarang kitab Radd Al-Mukhtar dari kalarang Madzhab Hanafi mengatakan:
وَيُكْرَهُ اتِّخَاذُ الضِّيَافَةِ مِنْ الطَّعَامِ مِنْ أَهْلِ الْمَيِّتِ لِأَنَّهُ شُرِعَ فِي السُّرُورِ لَا فِي الشُّرُورِ ، وَهِيَ بِدْعَةٌ مُسْتَقْبَحَةٌ
“ dan dibenci untuk mengadakan jamuaan berupa makanan dari keluarga mayyit,karena sesungguhnya hl itu hanya di Syari’atkan pada momen bahagia, bukan pada saat kesedihan( menimpa seseorang), dan itu adalah BID’AH YANG BURUK.” Lihat Raddul Mukhtar 6/394
Aa : oh gituu yach,, wah kalau gitu ane di tipu donk sama Al-‘Allamah Al-Muhaddits Muhammad Idrus Ramli...
Dengan penuh kekecewaan akhirnya si Aa( Aswaja Indon) pun mengatakan: “kupreeet... selama ini ane ketipu tuh sama dia.. Astagfirullah.”
Ss:  ya udah akhii, semoga dia dapat hidayah dan keluar dari kesesatannya selama ini seperti halnya Allah telah memberikan hidayah kepada Antm.
Aa : mulai hari ini ana gak mau ngambil ilmu dari idrus ramli lagi, dasar Al-kadzzab tuh orang, oh ya bro, ane mau nagaji sama ustadz-ustadz salafi aja deh mulai besok dimana ya pengajian daerah jabotabek
Ss: kalau ana boleh saran setiap hari sabtu antum pergi aja ke krukut di belakang pos kota, ada ta’lim Fathul bari oleh Ust. Abdul Hakim Bin Amir Abdat, disitu antm bisa mendapatkan banyak sekali faedah ilmu, atau setiap hari ahad di bogor masjid Imam Ahmad Bin Hanbal oleh Ust yazid bin Abdul Qodiir Jawaas, atau di kranji masjid Al-‘itishom sama ust Ilham At-Tabhrani, dan di senen  masjid meranti juga ada kajian-kajian yang di isi Ustadz-Ustadz dan lain-lain antm cari aja infonya sama ikhwah Salafy.
Akhirnya Si Aswaja Indon(AI) pun mulai aktif ikut kajian-kajian yang di infokan oleh Sunni Salafy(Ss) dan mulai detik itu juga dia bertekad untuk tidak menghadiri lagi ritual-ritual Bid’ah.

Ditulis oleh


Agus Susanto Bin Sanusi
Di Madinah Nabawiyah 18 Dzulhijjah 1435 H

Nb: dialog diatas hanyalah sekedar ilustrasi fiktif semata, yang sering dan banyak di jumpai dalam kehidupan masyarakat keberagamaan kita





10 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Sunni salafy ????? paling benar, paling sunnah...pelajar madina...masa kini. kalo ini bukan khilafiyah niscaya santri2..pelajar2 mekkah dan madinah jaman dulu yg pernah juga jadi imam besar masjidil haram, maupun nabawi akan lebih dulu meemerangi amalan2 yg disebutkan di dialog diatas. tanpa bermaksud merendahkan ilmu mu....ulama jauh sekali ilmunya di banding anda. Telah ada contoh yg baik dari diri ulama2 tsb tidak kah itu membuka mata dan hati anda.

    BalasHapus

    BalasHapus
  3. Ngaji tiap sabtu aja..itu bid'ah
    Tiap ahad aja jg bid'ah.
    Yasinan tiap mlm jumat jg bid'ah.
    Ngaji lewat HP jg bid'ah.
    Mari saling menghormati sesama muslim dg tdk saling menyesatkan..
    Krn tiap yg diyakini hal yg benar itu adlh benar menurut yg menjalaninya. Masing2 punya dalil yg seharusnya menambah iman kita drpd sekedar merasa paling benar sendiri..������������

    BalasHapus
  4. ilmu itu bukan utk mendramatisir
    pi ilmu itu utk menjelaskan apa adanya jangan dipelintir....

    BalasHapus
  5. kalau mau tenang tidak saling singgungan..mari kita jalankan ajaran Siti Jenar..manunggaling kawula Gusti.. kita dikamar saja masing2..eling Allah saja..dah tidak ada yg ribut

    BalasHapus
  6. Itu yang di bahasa tahlilnya apa membuat makanannya sih,,coba mana dalil dari syaikhul islam ibnu taimiyah yang mengharam kan tahlilnya,,klw berkumpul membuat makanan/bacakan di rumah orang yg kena musibah saya setuju tidak pantas,,tapi pembahasan ibnu taimiyah yang mengharamkan melakukan tahlilnya mana

    BalasHapus
  7. MAINKAN SLOT PRAGMATIC TERBAIK DAN TERBARU
    Klik Review ====>Slot Hercules Son Of Zeus PRAGMATIC GACOR

    Ayo Segera Daftar Akun Bermain Anda..Gratiss..

    BalasHapus
  8. bukan wahabi namanya klo ga pitnah

    BalasHapus
  9. "Setiap Hari Sabtu, setiap hari Ahad, setiap hari Senin"

    Adakah Rasulullah pernah mengkhususkan hari tertentu untuk belajar ilmu???
    Jika tidak, maka jangan Malu-malu untuk mengakui bahwa yg kalian lakukan & namakan sebagai "kajian Sunnah & kajian salaf, menetapkan hari & membiasakannya" sebenarnya juga Termasuk BID'AH.

    BalasHapus