Pada tulisan yang lalu telah kami kemukakan penjelasan dan perkataan
para ulama tentang hadist mengadzankan bayi yang baru lahir, dan kesimpulannya
bahwa Syeikh Al-Albani-rahimahullah- tidak bersendirian dalam melemahkan
hadist tersebut.
Dan pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang
metode Syeikh Al-Albani-rahimahullah- dalam mendha’ifkan hadist
mengazdankan bayi.
TEKS HADIST :
أذن
في أذن الحسن بن علي يوم ولد ، فأذن في أذنه اليمنى ، وأقام في أذنه اليسرى
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adzan di telinga
al-Hasan bin ‘Ali pada hari beliau dilahirkan maka beliau adzan di telinga
kanan dan iqamat di telinga kiri.”
Berkata Syeikh Al-Albani dalam kitabnya silsilah
Al-ahadist ad-dha’ifah
موضوع .أخرجه البيهقي في "شعب الإيمان
" (6/390/8620) من طريق
محمد بن يونس : حدثنا
الحسن بن عمرو بن سيف السَّدوسي : حدثنا القاسم
ابن مطيب عن منصور بن صفية
عن أبي معبد عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ :
أن النبي صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أذّن ...
الحديث . وقال - وقد ذكر قبله حديث أم الصبيان
المتقدم في المجلد الأول
برقم (321) من رواية الحسين بن علي - ؛
"في هذين الإسنادين
ضعف "!قلت : وفي هذا القول تساهل كبير ، ما كنت أود له أن يصدر منه ؛ لشدة
ضعف الإسنادين ، فإن
الحديث المشار إليه فيه رجلان يضعان الحديث ، وقد اغتر
بمثل هذا التساهل بعض
العلماء المتأخرين ؛ فقوى به حديث أبي رافع الضعيف
إسناده - كما بينت هناك -
، ولو أنه علم شدة ضعفه ؛ ما قواه ...
لأن الشديد
الضعف لا ينفع في الشواهد
باتفاق العلماء .
“MAUDHU’, Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam syu’abul
iman (6/390 no.8620 )dari jalan Muhammad bin yunus (dia berkata): telah
mengkhabarkan kepada kami Al-Hasan bin ‘Amr bin Saif As-Sadusii (dia berkata):
telah mengkhabarkan kepada kami Al-Qosiim bin Muthoyyib dari Manshur bin
Shafiyyah dari Abi Ma’bad dari Ibnu
‘Abbas “bahwa Nabi sholallahu’alaihi wa sallam mengadzankan.... “ dan
dia ( Al-baihaqi) berkata: -yang
sebelumnya dia menyebutkan hadist Ummu
Shibyan yang telah lalu di jilid pertama no.321 dari riwayat Al-husain bin ‘Ali
-: “dan pada kedua sanadnya ada kelemahan”
Aku
katakan: dan dalam perkataan( Al-Baihaqi) ini terdapat kekeliruan yang sangat
besar yang dahulu aku tidak ingin memperlihatkannya kerena kedua sanad tersebut
sangatlah lemah. Dan hadist yang telah di sebutkan tadi terdapat dua orang yang
dikenal memalsukan hadist , sehingga para ulama muta’akhirinpun terkecoh dengan
kekeliruan (Al-Baihaqi) dan mereka meyangka baha hadist ini menjadi penguat
hadist Abu Rafi’dengan sanadnya-sebagaimana aku jelaskan disana-, dan setelah
diketahui sangat lemahnya hadist ini maka tidak bisa menjadi penguat ,KERENA
HADIST YANG SANGAT LEMAH TIDAK MENJADI PENGUAT BERDASARKAN KESEPAKATAN PARA
ULAMA.”
PENJELASAN
Hadist tentang mengazdankan bayi telah di riwayatkan dari
‘Ubaidillah bin Abi Rofi’, dari ayahnya (Abu Rofi’), beliau berkata,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ
وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ
“Aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengumandangkan adzan di telinga Al Hasan bin ‘Ali ketika Fathimah
melahirkannya dengan adzan shalat.” (H.R. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)’
Dan
hadist ini terdapat kelemahan karena ada seorang perawi hadist yang bernama ‘Ashim bin ‘Ubadillah yang telah
dinyatakan lemah oleh para ulama
Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitabnya Taqribu
At-Tahdzib:
عاصم بن عبيد الله بن عاصم بن عمر بن الخطاب العدوي المدني
ضعيف
‘Ashim bin ‘Ubadillah
bin ‘Ashim bin ‘Umar Bin al-Khattab Al-‘Adawi Al-madani DHA’IF
Kemudian hadist ini telah
di riwayatkan pula dari Ibnu Abbas,
beliau mengatakan,
أذن
في أذن الحسن بن علي يوم ولد ، فأذن في أذنه اليمنى ، وأقام في أذنه اليسرى
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adzan di
telinga al-Hasan bin ‘Ali pada hari beliau dilahirkan maka beliau adzan di
telinga kanan dan iqamat di telinga kiri.” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam
Syu’abul Iman)
Lantas apakah Riwayat Ibnu ‘Abbas ini bisa menjadi penguat hadist Abu Rafi’???
Sekilas jika kita melihat pernyataan Al-Imam Al-Baihaqi dimana dia
berkata setelah meriwayatkan hadist ini: “Didalam dua sanad ini terdapat
KELEMAHAN” bisa menjadi penguat dan
mengangkatnya menjadi hasan li ghairih, dan ini lah pendapat yang pertama kali
dipegang Syeikh Al-Albani sebagaimana tertuang dalam kitab beliau ‘Irwaul
ghalil 4/401 no.1173 dan pendapat beliau
ini muncul sebelum dicetaknya kitab syu’abul iman, akan tetapi setelah kitab
tersebut dicetak dan beliaupun mengadakan penelitian ulang kembali, beliau
memandang ternyata hadist Ibnu ‘Abbas tersebut
tidak bisa dijadikan penguat karena terdapat dua orang perawi yang telah
di nyatakan sebagai pendusta oleh para ulama , kedua rawi tersebut adalah:
1. Muhammad bin Yunus
Berkata Ibnu Abi Hatim:
يدل حديثه على انه ليس بصدوق
“ hadistnya menunjukkan bahwa dia
bukan orang yang Jujur”
Lihat
Al-jarh wa At-ta’dil 8/85
Berkata
Ibnu Hibban:
كان يضع الحديث لعله قد وضع على الثقات
اكثر من الف حديث
“ Dia selalu memalsukan
Hadist dan mungkin dia telah memalsukan lebih dari seribu hadist para perawi
tsiqoh.”
Berkata
Ibnu ‘Adi :
قد اتهم بالوضع
“
Dia telah tertuduh sebagai PENDUSTA.”
Lihat
tahdzib At-Tahdziib 9/478
2. Al-Hasan bin ‘Amr bin Saif
As-Sadusii
Berkata Ibnu Abi Hatim dalam kitab Al-jarh Wa
ta’dil 3/26:
سمعت ابى يقول: رأيناه بالبصرة ولم
نكتب عنه وهو متروك الحديث
“ Aku mendengar Ayahku berkata: “kami
melihatnya di bashroh akan tetapi kami tidak menulis hadistnya dan dia itu
MATRUK.”
Kemudian beliau
mengatakan:
قال ابى: كان على ابن المدينى يتكلم
فيه يكذبه
“Berkata
ayahku: ‘Alin ibnu Al-Madini membicaraknnya dan menyatakan dia sebagai
PENDUSTA.”
Berkata
Al-Imam Al-Bukhari: KADZZAB (PENDUSTA)
lihat tahdzibu At-tahdzib 2/269
Berkata
Al-Hakim: MATRUKUL HADIST
Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar: MATRUK
Dan disana juga telah datang riwayat Dari Al Husain bin ‘Ali,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ الصَّلَاةَ
فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ
“Setiap
bayi yang baru lahir, lalu diadzankan di telinga kanan dan dikumandangkan
iqomah di telinga kiri, maka ummu shibyan tidak akan membahayakannya.”
(Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Ibnu Sunny dalam Al Yaum wal
Lailah). Ummu shibyan adalah jin (perempuan)."
Dan
hadist inipun tidak bisa menjadi penguat lantaran terdapat rawi yang bernama
Yahya bin Al’ala
sebagai PENDUSTA lihat Mizanul ‘Itidal
4/397
Maka dari sini jelas bahwa metode Syeikh Al-Albani menilai lemahnya hadist
mengadzankan bayi adalah tidak menjadikan hadist Ibnu ‘Abbas dan hadist Al
Husain bin ‘Ali sebagai penguat hadist ‘Abu rafi’ bahkan dengan adanya kedua hayang
dist Ibnu ‘Abbas dan Al Husain bin ‘Ali menjadikan hadist mengazdankan bayi
menjadi semakin bertambah lemah.
Apakah metode Syeikh Al-Albani ini menyalahi kaidah ilmu hadist
dan pernyataan ulama lainnya??
Berikut pernyataan para ulama tentang masalah ini:
1.
Al-Imam Ibnu Sholah
Berkata Al-Imam Ibnu
Katsir dalam kitabnya ikhtishaar
‘ulumul hadist hal.33
قال الشيخ أبو عمرو : لا يلزم من ورد الحديث من طرق متعددة أن يكون حسناً
، لأن الضعف يتفاوت فمنه مما لا يزول بالمتابعات - يعني كرواية الكذابين
والمتروكين - ومنه ضعف يزول بالمتابعة كما إذا كان راويه سيئ الحفظ ، أو روى
الحديث مرسلاً ، فإن المتابعة تنفع حينئذ ويرفع الحديث عن حضيض الضعف إلى أوجه
الحسن أو الصحة . والله أعلم "
“ Syeikh Abu ‘Amr (Ibnu Sholah) berkata: tidak melazimkan banyaknya jalan sanad
menjadikan hadist itu hasan, karena kelemahan pada hadist itu
bertingkat-tingkat, ada yang tidak bisa menjadi penguat,-seperti riwayat para
perawi PENDUSTA dan MATRUK- dan ada pula yang bisa menjadi penguat apabila
perawi tersebut jelek hafalannya atau dia meriwayatkan hadist secara mursal
yang ini tentunya bisa mengangkat hadist yang tadinya lemah kederajat hasan
atau shahih, Wallahu’alam.”
2.
Al-Imam At-Tiibii
Beliau berkata dalam kitab Al-khulashoh fii ushuulil
hadist hal.44
وأما الضعيف فلكذب راويه أو فسقه ، لا ينجبر بتعدد طرقه
“ adapun hadist DHA’IF dikarenakan perawinya PENDUSTA atau FASIQ , maka tidak bisa menjadi penguat
meskipun jalan-lalannya banyak.”
3.
Al-Imam As-Sakhaawi
Beliau berkata dalam
kitabnya fathul mughits 1/73
( وإن يكن ) ضعف الحديث ( لكذب ) رواية ( أو
شذا ) أي وشذوذ في روايته بإن خالف من هو أحفظ أو أكثر ( أوقوة الضعف ) بغيرهما ما
يقتضي الرد فلم يجبر ذا أي الضعف بواحد من هذه الأسباب ولو كثرت طرقه كحديث من حفظ
على أمتي أربعين حديثا فقد نقل النووي اتفاق الحفاظ على الحفاظ ضعفه مع كثرة طرقه
“ Dan apabila hadist Dha’if dikerenakan adanya perawi PENDUSTA
atau SYADZ yaitu riwayatnya telah menyalahi perawi lainnya yang lebih kuat
hafalannya dan lebih banyak jumlahnya atau hadistnya sangat LEMAH , maka hadist
tersebut harus di tolak dan tidah bisa menjadi penguat hadist yang lemah ,
meskipun jalan-jalan periwayatannya banyak seperti hadist “barangsiapa yang
menghafal 40 hadist dari ummatku ...” Imam An Nawawi telah menukil kesepakatan
para HUFFADZ akan kelemahan hadist ini
meskipun diriwayatkan dengan jalan yang banyak.”
4.
Al-‘Allaamah Jamaludin
Al-Qosimii
Beliau berkata dalam
kitabnnya qowa’id At-tahdist hal.66:
أعلم أن الضعيف لكذب راويه أو لفسقه لا ينجبر بتعدد طرق
“ Ketahuilah bahwa hadist yang DHA’IF dikarenakan perawinya PENDUSTA atau FASIQ , maka tidak bisa menjadi penguat
meskipun jalan-lalannya banyak”.
KESIMPULAN
Maka dengan apa yang telah saya paparkan diatas jelas sudah bahwa
metode Syeikh Al-Albani dalam menilai lemahnya hadist mengazdankan bayi sejalan
dengan ilmu hadist dan sejalan dengan para ulama Ahli hadist lainnya bukan
hasil REKAYASA DAN BUATAN BELIAU SEMATA.
Dan inilah pendapat yang In Sya Allah mendekati kebenaran yaitu
pendapat akan lemahnya hadist mengazdzankan bayi yang baru lahir, yang tentunya
hadist ini juga tidak bisa untuk di amalkan karena hadist tersebut SANGAT LEMAH
Walaahu’alam
Ditulis oleh
Agus Susanto Bin Sanusi
Di Madinah Nabawiyah 28 Dzul Qo’dah 1435 H
0 komentar:
Posting Komentar