
Dengan penuh tatapan sinis mereka mengejek orang yang
menisbatkan dirinya kepada “madzhab ahli hadist”. Mereka mengatakan “ madzhab
ahli hadist” apa ushul-ushulnya dalam beristinbath????, kita tidak menemukan
metodologi ahlu hadist dalam beristinbath terhadap suatu nash???
Yang ini tentu menunjukkan akan bobroknya keilmiyahan orang
tersebut terhadap makna “Madzhab Ahli hadis.”
Lalu apakah yang di maksud madzhab ahli hadist???
Ketahuilah bahwa ketika seorang menisbatkan dirinya kepada
madzhab ahli hadist, bukan berarti madzhab yang di masksud seperti madzhab yang
telah terkodifikasi dalam fiqih (madzhab hanafi, maliki, syafi’i, dan hambali).
Karena kalau kita menganggap seperti ini justru kita tidak akan mendapatkan
metodologi dan ushul-ushul dalam beristinbath menurut madzhab ahli hadist.
Madzhab ahli hadist bukan hanya sebatas dalam
masalah-masalah fiqih melainkan lebih dari pada itu yang mencakup keyakinan
(aqidah), akhlak, ibadah dan fiqh, kerena memang arti madzhab itu sendiri
secara bahasa terambil dari kata dzahaba yang artinya pergi sedangkan madzhab
adalah
Jadi kita seseorang menisbatkan dirinya kepada madzhab ahli
hadist maksudnya dia adalah orang yang
mengikuti jejak ahli hadist dalam keyakinan (aqidah), akhlak, ibadah dan
fiqih dengan tidak menjadikan siapapun panutan untuk di ikuti secara mutlaq
melainkan Rosulullah sholallahu’alihi wa sallam.
Lalu siapa Ahli hadist itu???
Ahli hadist disini bukan hanya orang –orang yang
mendengarkan atau menulis dan meriwayatkan hadist akan tetapi adalah orang yang
menghafal , mengetahui, memahami dan mengikuti hadist-hadist secara lahir dan
bathin. Dan mereka adalah orang yang tidak mempunyai panutan untuk di ikuti melainkan
Rosulullah sholallahu’alihi wa sallam.
Berkata Syeikhul Islam Ibnu taimiyah –rahimahullah- dalam
majmu’ fatawa 4/95:
“ kami tidak memaksudkan ahlu hadist, hanya orang-orang yang
mendengar atau menulis dan meriwayatkan hadist, akan tetapi yang kami maksud
adalah setiap orang yang menghafal, mengetahui, memahami dan mengikuti(hadist)
secara lahir dan bathin.”
Beliau juga berkata:
وَبِهَذَا
يَتَبَيَّنُ أَنَّ أَحَقَّ النَّاسِ بِأَنْ تَكُونَ هِيَ الْفِرْقَةُ النَّاجِيَةُ
أَهْلُ الْحَدِيثِ وَالسُّنَّةِ ؛ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ مَتْبُوعٌ يَتَعَصَّبُونَ
لَهُ إلَّا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
“Maka dengan jelas bahwa manusia yang paling berhak untuk
dikatakan sebagai firqoh an-najiyah Ahlu hadist dan sunnah adalah
manusia yang tidak memiliki panutan untuk di ikuti kecuali Rosulullah sholallahu’alihi
wa sallam.” Lihat majmu’ fatawa 3/347
Apakah sebutan madzhab ahlu hadist suatu yang baru???
Sebutan madzhab ahlu hadist bukanlah merupakan suatu yang
baru-baru ini di dengung-dengungkan, melainkan sebutan madzhab ahlu hadist telah ada pada zaman ulama terdahulu.
Berkata Al-Qadhi Iyadh dalam mengomentari perkataan Imam
Ahmad “ kalau mereka bukan ahli hadist maka aku tidak mengetahui siapa mereka??
Beliau berkata:
إنما أراد أحمد أهل
السنة والجماعة ومن يعتقد مذهب أهل
الحديث
“Yang dimaksud Ahmad adalah Ahlusunnah dan setiap orang yang
meyakini MADZHAB AHLI HADIST.” Lihat tuhfatul ahwadzi 6/434
Berkata Syeikul Islam setelah menjelaskan peperangan yang
terjadi antara Sahabat Mu’awiyah dan Ali, bahwa dalam masalah ini Ali adalah
yang paling mendekati kebenaran, kemudian beliau berkata:
وَهَذَا مَذْهَبُ
أَهْلِ الْحَدِيثِ وَعَامَّةِ أَئِمَّةِ السُّنَّة
“Dan ini adalah MADZHAB AHLI HADIST dan seluruh imam-imam
Ahlussunnah.” Lihat majmu’ fatawa 4/439.
Beliau juga berkata:
مَذْهَبُ " أَهْلِ الْحَدِيثِ
" وَهُمْ السَّلَفُ مِنْ الْقُرُونِ الثَّلَاثَةِ وَمَنْ سَلَكَ سَبِيلَهُمْ
مِنْ الْخَلَفِ : أَنَّ هَذِهِ الْأَحَادِيثَ تُمَرُّ كَمَا جَاءَتْ وَيُؤْمَنُ
بِهَا وَتُصَدَّقُ وَتُصَانُ عَنْ تَأْوِيلٍ يُفْضِي إلَى تَعْطِيلٍ وَتَكْيِيفٍ
يُفْضِي إلَى تَمْثِيلٍ
“ Madzhab ahli hadist
dan mereka adalah pendahulu dari ummat ini dari tiga generasi utama, dan yang
mengikuti jejak mereka dari orang-orang belakangan: bahwa hadist-hadist
(tentang sifat Allah) di biarkan sebagaimana datangnya, di imani , di benarkan
dan di jaga dari segala macam ta’wil yang mengantarkan kepada ta’thil, takyif
dan tamstil.” Lihat majmu’ fatawa 6/355.
Jadi jelas bahwa penyebutan madzhab ahli hadist bukanlah
suatu yang baru di zaman ini melainkan para ulama terdahulu telah menggunakan
istilah madzhab ahlu hadist. Dan ini menunujukkan kepada kita bahwa akan
kejahilan orang yang mengingkari penyebutan seperti ini, terlebih jika orang
tersebut mencela dengan penuh rasa sinis akan mereka-mereka yang yang
menisbatkan dirinya kepada ahli hadist.
Maka janganlah kita merasa malu untuk menisbatkan diri kita
kepada madzhab ahlu hadist, karena sejatinya ahlu hadist mereka adalah keluarga
Nabi sholallahu’alihi wa sallam meskipun badan mereka tidak bersama Nabi
sholallahu’alihi wa sallam akan tetapi nafas-nafas mereka bersama Nabi sholallahu’alihi
wa sallam
أهل الحديث هم أهل
النبي وإن لم يصحبوا أنفسه أنفاسه صحبوا
Wallahu’alam
Ditulis oleh
Agus Susanto Bin Sanusi
Di Madinah Nabawiyah 23 Dzul qo’dah 1435 H
0 komentar:
Posting Komentar