Ilmu Maqaashiid Asy-Syari’ah sangat erat kaitannya dengan
aqidah ahlusunnah wal jama’ah, karena dengan menetapkan adanya Maqaashid
berarti kita telah menetapkan adanya ‘illat dan hikmah pada perbuatan Allah.
Dan suatu yang telah menjadi keyakinan Ahlu Sunnah Wal
Jama’ah bahwa seluruh perbuatan Allah mu’allal (mempunyai sebab) dan
hikmah,
Akan tetapi dalam permasalahan perbuatan Allah itu mu’allal
(mempunyai sebab dan hikmah) telah di ingkari oleh dua kelompok:
KELOMPOK PERTAMA: ASYAA’IROH
KELOMPOK KEDUA
: ADZ-DZAHIRIYYAH
Adapun alasan kelompok Asyaa’iroh mengingkari ‘illat
(sebab) pada perbuatan Allah adalah:
1.
Dalam rangka untuk
menyelisihi aqidah mu’tazilah yang berkeyakinan bahwa maslahat (kebaikan) dan
mafsadat(keburukan) itu di ukur dengan
akal semata, karena dengan menetapkan adanya ‘illat (sebab) pada perbuatan
Allah berarti kita telah membuka peluang masuknya aqidah mu’tazilah kepada kaum
muslimin untuk menetapkan ‘illat(sebab) dengan akal, sedangkan maslahat dan
mafsadat tersebut haruslah dengan dalil syar’i
2.
Dengan kita menetapkan
‘illat (sebab) pada perbuatan Allah berarti kita telah menyatakan bahwa
perbuatan Allah tersebut tergantung pada ‘illat(sebab) dan hikmah dan hal ini
tentunya adalah ‘aib bagi perbuatan Allah
Adapun alasan kelompok dzahiriyyah mengingkari ‘illat
(sebab) pada perbuatan Allah adalah:
1.
Keyakinan mereka yang
dibangun atas pengingkaran terhadap qiyas secara keseluruhan, yang mana ‘illat
(sebab) tersebut adalah salah satu rukun qiyas.
2.
Firman Allah ta’ala:
لا يسأل عما يفعل وهم يسألون
“Allah tidak di tanya
tentang apa yang mereka perbuat, akan tetapi merekalah yang di tanya.” Q.S
Al-Anbiyaa’: 23
Jadi
mencari ‘illat(sebab) dan hikmah pada perbuatan Allah adaalah terlarang
berdasarkan ayat ini.
SANGGAHAN
TERHADAP ASYAA’IROH
Pendalilan yang di
kemukakan oelh Asyaa’iroh tidak bisa di jadikan hujjah
1.
Pendapat yang benar dalam menilai suatu itu maslahat atau tidak,tidak harus
dengan akal seperti pendapat mu’tazilah atau dengan dalil syar’i seperti
Asyaa’iroh , akan tetapi dalam menilai sesuat itu maslahat atau tidak yaitu
dengan sendirinya meskipun tidak ada dalil logika maupun dalil syar’i . sebagai
contoh adalah jujur sudah dapat di nilai baik meskipun sebelum adanya syari’at
atau sebelum di cerna oleh logika karena setiap orang sudah pasti tau bahwa
jujur tersebut adalah perbuatan baik , demikian juga dusta sudah dapat dinilai
buruk meskipun belum adanya dalil syar’i atau belum dinalar oleh logika, karena
setiap orang sudah pasti tau bahwa bohong itu adalah suatu keburukan, hanya
saja dalam menetapkan hukuman dakam berdusta tersebut barulah ada setelah tegak
dalil berdasarkan firman Allah:
وما كنا معذبين حتى نبعث رسزلا
“dan tidak
lah kami mengazdzab
suatu kaum sampai kami mengutus seoarang Rosul.”[Q.S Al-Isro’:15]
2.
Perkataan
mereka(Asyaa’iroh) bahwa menetapkan ‘illat (sebab) dan hikmah pada perbuatan
Allah adalah merupakan ‘aib sangatlah tertolak, karena dengan kita menetapkan
‘illat dan hikmah pada setiap perbuatan Allah justru menunjukkan akan
kesempurnaan perbuatan Allah dan dengan kita menafikan ‘illat dan hikmah pada
perbuatan Allah itu pada hakikatnya menetapkan kesia-siaan bagi perbuatan
Allah,
Allah berfirman:
“ apakah kalian menyangka bahwa menciptakan
kalian dengan sia-sia sedangkan kalian tidak kembali kepada kami.” Q.S Al-Mu’minun
:115
“dan tidaklah kami menciptakan langit dan
bumi dengan sia-sia.” Q.S Shaad:27
Berkata Al-Imam Ibnu Qoyyim:
“ sesungguhnya dengan menafikan hikmah
(bagi perbuatan Allah) justru mengurangi (kesempurnaan perbuatan Allah) baik
secara akal, fitrah, ilmu yang sifatnya Dhoruriy atau teori ketimbang kita
menetapkannya.” Lihat syifaa’ul ‘alill hal: 437
SANGGAHAN TERHADAP ADZ-DZAHIRIYYAH
1.
Keyakinan mereka tentang
pengingkaran qiyas telah menyalahi jumhur para ulama yang telah menetapkan
qiyas tersebut adalah hujjah dan para
ulama sendiri telah membantah pendapat mereka
Diantara dalil-dali bahwa qiyas itu adalah
hujjah:
1.
Firman Allah:
“Allah lah yang menurunkan Al-kitab dengan kebenaran dan menurunkan
mizan.” [Q.S As-Syuroo’ : 17]
Mizan atau timbangan disini suatu perkara yang ditimbanng dengannya dan
diqiyaskan dengannya
2.
Firman Allah ta’ala:
“sebagaimana kami memulai penciptaan pertama begitulah kami akan
mengulanginya.”[Q.S Fathir :9]
3.
Sabda Nabi shollahu
’alaihi wa sallam kepada seorang wanita yang bertanya kepadanya memiliki
hutang? Apakah hutang tersebut kau
tunaikan untuknya?” dia menjawab: “ya”. Beliau bersabda:”maka
berpuasalah untuk ibumu.
4.
Bahwa seoarng laki-laki
datang kepada Nabi lalu ia berkata.” Wahai Rosulullah! Telah dilahirkan untukku
anak yang berkulit hitam.” Maka Nabi shollahu ’alaihi wa sallam berkata:”
apakah kamu memiliki unta?” ia menjawab:”ya” Nabi shollahu ’alaihi wa sallam
berkata :”apa warnanya?” ia menjawab:”merah” Nabi shollahu ’alaihi wa
sallam berkata :” apakah berwarna keabu-abuan ?” ia menjawab:”ya” Nabi shollahu
’alaihi wa sallam berkata : “mengapa demikian?” ia menjawab:”mungkin ada
keturunannya yang berwarna demikian.” Maka Nabi shollahu ’alaihi wa sallam:”mungkin
anakmu juga demikian.”
2.
Adapun ayat:
لا يسأل عما يفعل وهم يسألون
“Allah
tidak di tanya tentang apa yang mereka perbuat, akan tetapi merekalah yang di
tanya.”[ Q.S Al-Anbiyaa’: 23]
Tidak
menunjukkan larangan untuk mengetahui ‘illat(sebab) dan hikmah dari perbuatan Allah karena konteks pada ayat
tersebut adalah pada saat hari perhitungan amal-amal para hamba di hari kiamat
dimana Allah akan mempertanyakan segala macam perbuatan para hambanya ketika
itu dan Allah tidak di tanya tentang apa yang Allah perbuat? Lihat syifaa’ul
‘aliil hal: 560
Dan
bertanya terhadap suatu hikmah dari
syari’at yang Allah turunkan kepada para hambanya adalah suatu yang di
perbolehkan menurut kesepakatan para ulama, akan tetapi tatkala seseorang tidak
mau menjalankan syari’at yang Allah turunkan kecuali setelah dia mengetahui ‘illat
dan hikmahnya barulah dalam keadaan seperti ini terlarang
KESIMPULAN
mu’allal
(mempunyai sebab, hikmah dan tujuan) dan inilah pendapat yang dipegang oleh
Ahlu Sunnah Wal Jama’ah
Dari apa yang telah dijelaskan di atas jelas sudah bahwa
pendapat yang benar dalam perbuatan Allah ta’ala adalah
Demikian halnya dengan syari’at yang Allah ta’ala turunkan
mempunyai sebab , tujuan dan hikmah yaitu untuk kemaslahatan kehidupan manusia
yang hal ini disebut MAQAASHID ASY-SYARI’AH.
Wallahu’alam
Semoga bermanfaat..
Ditulis oleh
Agus Susanto Bin Sanusi
Di Mandinah Nabawiyah 14 Dzulhijjah 1435H
Nb: pembahasan ini terinspirasi dari kitab" Maqooshid
Asy-Syari'ah Al-islamiyah wa 'Alaqotuhaa bil Adillati Asy-Syari'yah" oleh
DR. Muhammad Sa’ad Bin Ahmad Bin Mas’ud
Al-Yubiy
0 komentar:
Posting Komentar