Searching...
Kamis, 20 November 2014

KETERKAITAN ILMU MAQAASHIID ASY-SYARI’AH DENGAN AQIDAH


            Ilmu Maqaashiid Asy-Syari’ah sangat erat kaitannya dengan aqidah ahlusunnah wal jama’ah, karena dengan menetapkan adanya Maqaashid berarti kita telah menetapkan adanya ‘illat dan hikmah pada perbuatan Allah.
Dan suatu yang telah menjadi keyakinan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah bahwa seluruh perbuatan Allah mu’allal (mempunyai sebab) dan hikmah,

Akan tetapi dalam permasalahan perbuatan Allah itu mu’allal (mempunyai sebab dan hikmah) telah di ingkari oleh dua kelompok:
KELOMPOK PERTAMA: ASYAA’IROH
KELOMPOK KEDUA      : ADZ-DZAHIRIYYAH

Adapun alasan kelompok Asyaa’iroh mengingkari ‘illat (sebab) pada perbuatan Allah adalah:
1.       Dalam rangka untuk menyelisihi aqidah mu’tazilah yang berkeyakinan bahwa maslahat (kebaikan) dan mafsadat(keburukan) itu di ukur  dengan akal semata, karena dengan menetapkan adanya ‘illat (sebab) pada perbuatan Allah berarti kita telah membuka peluang masuknya aqidah mu’tazilah kepada kaum muslimin untuk menetapkan ‘illat(sebab) dengan akal, sedangkan maslahat dan mafsadat tersebut haruslah dengan dalil syar’i
2.       Dengan kita menetapkan ‘illat (sebab) pada perbuatan Allah berarti kita telah menyatakan bahwa perbuatan Allah tersebut tergantung pada ‘illat(sebab) dan hikmah dan hal ini tentunya adalah ‘aib bagi perbuatan Allah
Adapun alasan kelompok dzahiriyyah mengingkari ‘illat (sebab) pada perbuatan Allah adalah:
1.       Keyakinan mereka yang dibangun atas pengingkaran terhadap qiyas secara keseluruhan, yang mana ‘illat (sebab) tersebut adalah salah satu rukun qiyas.
2.       Firman Allah ta’ala:
لا يسأل عما يفعل وهم يسألون
“Allah tidak di tanya tentang apa yang mereka perbuat, akan tetapi merekalah yang di tanya.” Q.S Al-Anbiyaa’: 23

Jadi mencari ‘illat(sebab) dan hikmah pada perbuatan Allah adaalah terlarang berdasarkan ayat ini.

SANGGAHAN TERHADAP ASYAA’IROH

Pendalilan yang di kemukakan oelh Asyaa’iroh tidak bisa di jadikan hujjah
1.       Pendapat yang benar dalam menilai suatu itu maslahat atau tidak,tidak harus dengan akal seperti pendapat mu’tazilah atau dengan dalil syar’i seperti Asyaa’iroh , akan tetapi dalam menilai sesuat itu maslahat atau tidak yaitu dengan sendirinya meskipun tidak ada dalil logika maupun dalil syar’i . sebagai contoh adalah jujur sudah dapat di nilai baik meskipun sebelum adanya syari’at atau sebelum di cerna oleh logika karena setiap orang sudah pasti tau bahwa jujur tersebut adalah perbuatan baik , demikian juga dusta sudah dapat dinilai buruk meskipun belum adanya dalil syar’i atau belum dinalar oleh logika, karena setiap orang sudah pasti tau bahwa bohong itu adalah suatu keburukan, hanya saja dalam menetapkan hukuman dakam berdusta tersebut barulah ada setelah tegak dalil berdasarkan firman Allah:
وما كنا معذبين حتى نبعث رسزلا
“dan tidak lah kami mengazdzab suatu kaum sampai kami mengutus seoarang Rosul.”[Q.S Al-Isro’:15]
2.       Perkataan mereka(Asyaa’iroh) bahwa menetapkan ‘illat (sebab) dan hikmah pada perbuatan Allah adalah merupakan ‘aib sangatlah tertolak, karena dengan kita menetapkan ‘illat dan hikmah pada setiap perbuatan Allah justru menunjukkan akan kesempurnaan perbuatan Allah dan dengan kita menafikan ‘illat dan hikmah pada perbuatan Allah itu pada hakikatnya menetapkan kesia-siaan bagi perbuatan Allah,

Allah berfirman:

“ apakah kalian menyangka bahwa menciptakan kalian dengan sia-sia sedangkan kalian tidak kembali kepada kami.” Q.S Al-Mu’minun :115

“dan tidaklah kami menciptakan langit dan bumi dengan sia-sia.” Q.S Shaad:27

Berkata Al-Imam Ibnu Qoyyim:
“ sesungguhnya dengan menafikan hikmah (bagi perbuatan Allah) justru mengurangi (kesempurnaan perbuatan Allah) baik secara akal, fitrah, ilmu yang sifatnya Dhoruriy atau teori ketimbang kita menetapkannya.” Lihat syifaa’ul ‘alill hal: 437

 SANGGAHAN TERHADAP ADZ-DZAHIRIYYAH

1.       Keyakinan mereka tentang pengingkaran qiyas telah menyalahi jumhur para ulama yang telah menetapkan qiyas tersebut adalah hujjah  dan para ulama sendiri telah membantah pendapat mereka
Diantara dalil-dali bahwa qiyas itu adalah hujjah:
1.       Firman Allah:
“Allah lah yang menurunkan Al-kitab dengan kebenaran dan menurunkan mizan.” [Q.S  As-Syuroo’ : 17]
Mizan atau timbangan disini suatu perkara yang ditimbanng dengannya dan diqiyaskan dengannya
2.       Firman Allah ta’ala:
“sebagaimana kami memulai penciptaan pertama begitulah kami akan mengulanginya.”[Q.S Fathir :9]
3.       Sabda Nabi shollahu ’alaihi wa sallam kepada seorang wanita yang bertanya kepadanya memiliki hutang? Apakah hutang tersebut kau  tunaikan untuknya?” dia menjawab: “ya”. Beliau bersabda:”maka berpuasalah untuk ibumu.
4.       Bahwa seoarng laki-laki datang kepada Nabi lalu ia berkata.” Wahai Rosulullah! Telah dilahirkan untukku anak yang berkulit hitam.” Maka Nabi shollahu ’alaihi wa sallam berkata:” apakah kamu memiliki unta?” ia menjawab:”ya” Nabi shollahu ’alaihi wa sallam berkata :”apa warnanya?” ia menjawab:”merah” Nabi shollahu ’alaihi wa sallam berkata :” apakah berwarna keabu-abuan ?” ia menjawab:”ya” Nabi shollahu ’alaihi wa sallam berkata : “mengapa demikian?” ia menjawab:”mungkin ada keturunannya yang berwarna demikian.” Maka Nabi shollahu ’alaihi wa sallam:”mungkin anakmu juga demikian.”
2.       Adapun ayat:
لا يسأل عما يفعل وهم يسألون

“Allah tidak di tanya tentang apa yang mereka perbuat, akan tetapi merekalah yang di tanya.”[ Q.S Al-Anbiyaa’: 23]

Tidak menunjukkan larangan untuk mengetahui ‘illat(sebab) dan hikmah dari  perbuatan Allah karena konteks pada ayat tersebut adalah pada saat hari perhitungan amal-amal para hamba di hari kiamat dimana Allah akan mempertanyakan segala macam perbuatan para hambanya ketika itu dan Allah tidak di tanya tentang apa yang Allah perbuat? Lihat syifaa’ul ‘aliil hal: 560

             Dan bertanya terhadap suatu hikmah dari  syari’at yang Allah turunkan kepada para hambanya adalah suatu yang di perbolehkan menurut kesepakatan para ulama, akan tetapi tatkala seseorang tidak mau menjalankan syari’at yang Allah turunkan kecuali setelah dia mengetahui ‘illat dan hikmahnya barulah dalam keadaan seperti ini terlarang

KESIMPULAN

          mu’allal (mempunyai sebab, hikmah dan tujuan) dan inilah pendapat yang dipegang oleh Ahlu Sunnah Wal Jama’ah
  Dari apa yang telah dijelaskan di atas jelas sudah bahwa pendapat yang benar dalam perbuatan Allah ta’ala adalah
Demikian halnya dengan syari’at yang Allah ta’ala turunkan mempunyai sebab , tujuan dan hikmah yaitu untuk kemaslahatan kehidupan manusia yang hal ini disebut MAQAASHID ASY-SYARI’AH.
Wallahu’alam
Semoga bermanfaat..

Ditulis oleh

Agus Susanto Bin Sanusi
Di Mandinah Nabawiyah 14 Dzulhijjah 1435H

Nb: pembahasan ini terinspirasi dari kitab" Maqooshid Asy-Syari'ah Al-islamiyah wa 'Alaqotuhaa bil Adillati Asy-Syari'yah" oleh DR. Muhammad  Sa’ad Bin Ahmad Bin Mas’ud Al-Yubiy

0 komentar:

Posting Komentar