Searching...
Kamis, 13 November 2014

IMAM AHMAD MEMBOLEHKAN TABARRUK


          Bertabarruk (mencari berkah) kepada benda-benda mati adalah perbuatan yang tidak pernah di contohkan oleh Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, bahkan jika pelakunya  menganggap bahwa benda yang dijadikan tabarruk tersebut dapat mendatangkan manfaat dan menolak bahaya, maka ini adalah suatu perbuatan KESYIRIKAN, seperti halnya orang-orang yang bertabarruk kepada makam-makam wali Allah (menurut sangkaan mereka).


            Abu Waqid Al-laitsi radhiallahu’anhu mengatakan: “suatu saat kami keluar bersama Rosulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam menuju Hunain, sedangkan kami baru saja lepas dari kekafiran, disaat itu orang-orang musyrik memiliki sebatang pohon bidara yang dikenal dengan Dzatul Anwath mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata mereka pada pohon tersebut, disaat kami melewati pohon bidara tersebut, kami berkata: “ Ya Rosulullah, buatkanlah kami Dzatul anwath sebagaimana mereka memilikinya” maka Rosulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Allahu Akbar, itu adalah tradisi(orang-orang sebelum kalian), demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian benar-benar mengatakan suatu perkataan seperti yang di katakan bani isro’il kepada Musa: “ buatkanlah kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan”, Musa menjawab: “Sungguh kalian adalah kaum yang bodoh, kalian pasti akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian.” [H.R At-Tirmidzi dan dinyatakan Shahih olehnya].
            Dan hadist diatas adalah petir yang menyambar dan menampar PARA AHLI BID’AH yang selalu melakukan ritual-ritual kesyirikan, karena memang hadist diatas tersebut  merupakan larangan untuk mencari berkah kepada pohon dan yang sejenisnya dari benda-benda mati.
Akan tetapi para penyeru kesesatan dan kesyirikan selalu mencoba meberikan keragu-raguan kepada kaum muslimin demi mengajak mereka kepada ritual-ritual kesyirikan dengan membawakan sejumlah Syubhat yang sangat lemah untuk melariskan barang dagangan mereka yang tidak laku terjual yaitu ritual-ritual kesyirikan.
          Diantara syubhat yang di lontarkan oleh para pendekar kesyirikan tersebut adalah riwayat Imam Ahmad Bin hambal dari jalan anaknya Abdullah yang membolehkan mencium mimbar  Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam, seperti halnya yang dilakukan oleh pendekar dan ahli hadist sekte Aswaja indon MUHAMMAD IDRUS RAMLI

Bagaimana sejatinya teks riwayat tersebut??

Berikut penjelasannya

‘Abdullah Bin Ahmad bin Hanbal rahimahumaallah berkata:
سألته عن الرجل يمس منبر النبي ? ويتبرك بمسه ويقبله ويفعل بالقبر مثل ذلك أو نحو هذا يريد بذلك التقرب إلى الله جل وعز فقال لا بأس بذلك
“aku bertanya kepadanya (Imam Ahmad) tentang SESEORANG yang mengusap mimbar Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam,dan bertabarruk dengan usapan tersebut, serta menciumnya. Dan ia melakukan hal yang serupa terhadap kubur beliau dengan bertujuan untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘azza wa jalla maka dia(Imam Ahmad) menjawab: “tidak mengapa dengan hal itu.” Lihat Al-I’lal Fii Ma’rifati Ar-Rijal 2/492

SANGGAHAN

Riwayat yang di bawakan ole pendekar Aswaja indon (Muhammad Idrus Ramli Al-kaddzab) ini tidaklah bisa di jadikan hujjah atas kebolehan bertabarruk kepada kubur-kubur para wali  dengan beberapa alasan:

Pertama:       Konteks riwayat tersebut adalah pembicaraan tentang status rijaal yang ada pada riwayat tersebut sebagaimana di ketahui dari isi buku tersebut yang membahas tentang ‘ilal dalam rijaal-rijaal hadist, bukan tentang mengusap dan mencium kuburan Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam coba perhatikan Riwayat sebelum dan setelahnya,
Dan dalam poin ini Al-hamdulillah telah di jelaskan oleh Ustadz Abul Jauzaa’.

Kedua:     Yang menunjukkan bahwa riwayat tersebut bukanlah berbicara tentang hukum mengusap dan mencium mimbar dan kuburan Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam adalah perkataan Imam Ahmad yang diriwayatkan oleh Al-Atsram:
أنه سئل عن جواز لمس قبر النبي ( والتمسح به فقال: ما أعرف هذا
“ bahwa beliau(Imam Ahmad) di tanya tentang kebolehan mengusap kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam menyentuhnya beliau mengatakan” aku tidak tidak mengetahuinya.”
Kemudian Al-Atsram mengatakan:
رأيت أهل العلم من أهل المدينة لا يمسون قبر النبي صلى الله عليه و سلم يقومون من ناحية فيسلمون قال أبو عبد الله : هكذا كان ابن عمر يفعل
“ aku melihat ahlu ilmi dari penduduk madinah tidak mengusap kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka (hanya) berdiri dari sisi (kuburan) mengucapkan salam, berkata Abu ‘Abdillah: “demikianlah Ibnu ‘Umar melakukannya.”( Al-Mugniy 3/599).

 Ketiga:  Banyak dari para ulama yang menyatakan bahwa para ulama hanabilah meragukan hal ini Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqolani berkata:
فنقل عن الإمام أحمد أنه سئل عن تقبيل منبر النبي صلى الله عليه و سلم وتقبيل قبره فلم ير به بأسا واستبعد بعض أتباعه صحة ذلك
“dan telah dinukil dari Imam Ahmad bahwa dia di tanya tentang mencium mimbar dan kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau memandang tidak mengapa, akan tetapi sebagian para pengikutnya (dari kalangan hanabilah) meragukan keshahihannya.” Lihat Fathul bari 3/475.

Demikian juga riwayat ini telah di ragukan oleh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Hasyiyahnya terhadap Syarh Al-Idhah Fii Al-Manasiik hal 454.

Keempat: Telah datang pernyataan dari para ulama hanabilah yang menyatakan tidak di mengusap kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam

Berkata Al-Imam Ibnu Qudaamah:
فصل : ولا يستحب التسمح بحائط قبر النبي صلى الله عليه و سلم ولا تقبيله قال أحمد : ما أعرف هذا
“ pasal: tidak disukainya mengusap dinding kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pula menciumnya. Berkata Ahmad: aku tidak mengetahuinya (itu merupakan sunnah).
Kemudian beliau menyebutkan sebab larangan mengusap dinding kuburan:
لأن فيه إفراطاً في تعظيم القبور أشبه بتعظيم الأصنام ولأن الصلاة عند القبور أشبه بتعظيم الأصنام بالسجود ولأن ابتداء عبادة الأصنام كان في تعظيم الأموات باتخاذ صورهم ومسحها والصلاة عندها
“ karena hal itu termasuk berlebih-lebihan dalam mengagungkan kubur yang menyerupai pengagungan terhadap berhala, karena shalat di sisi kuburan menyerupai pengagungan terhadap berhala dengan sujud, dan karena permulaan munculnya ibadah kepada berhala adalah pengangungan terhadap orang-orang yang telah mati dengan menggambarnya, mmengusap (kuburannya), dan shalat disisinya.” Lihat Al-Mugniy 3/599

Berkata Al-Marwadi:
ولا يستحب التمسح بالقبر على الصحيح من المذهب
tidak disukai mengusap kuburan atas pendapat yang benar dalam madzhab(hanbali).” Lihat Al-Inshaaf 4/53

Berkata Ar-Ruhaibaniy:
( ولا يمس قبره صلى الله عليه وسلم ولا حائطه ولا يلصق به صدره ولا يقبله ) أي : يكره ذلك لما فيه من إساءة الأدب والابتداع
“( dan kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam tidak di usap, demikian pula dindingnya, dan tidak menempelkan dadanya , serta tidak menciumnya ) yakni  hal itu dibenci karena termasuk adab yang buruk dan perbuatan BID’AH .” lihat Mathaalib Uli An-Nuhaa 2/442

Berkata Mar’i bin Yusuf Al-Hanbali:
كره رفع قبر فوق شبر وتجصيصه وتقبيله
“ di benci untuk meninggikan kuburan lebih dari sejengkal, demikian juga, membangunnya, dan menciumnya.” Lihat Ghayatul Muntaha hal 269

Kelima: Bahkan para ulama madzhab telah melarang untuk mengusap dan mencium kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam

 Madzhab Syafi’iyyah

Berkata Al-Imam An-Nawawi:
وقال الإمام محمد بن مرزوق الزعفراني - وكان من الفقهاء المحققين - في كتابه (في الجنائز): ولا يستلم القبر بيده ولا يقبله. قال: وعلى هذا مضت السنة. قال أبو الحسن: واستلام القبور وتقبيلها الذي يفعله العوام الآن من المبتدعات المنكرة شرعاً ينبغي تجنب فعله ويُنهى فاعله ».
وقال أبو موسى الأصفهاني في كتاب [آداب الزيارة]: وقال الفقهاء المتبحرون الخراسانيون: « المستحب في زيارة القبور أن يقف مستدبر القبلة مستقبلاً وجه الميت يسلم ولا يمسح القبر ولا يقبله ولا يمسه فإن ذلك من عادة النصارى
 “berkata Al-Imam Muhammad Bin Marzuuq Az-Za’farani- dan dia termasuk fuqohaa yang kritis- di kitabnya (di pembahasan jenazah):” kuburan itu tidak di usap dengan tangannya, dan tidak di cium,dan ini lah yang berjalan sesuai sunnah, berkata Abul Hasan: “mengusap kuburan, dan menciumnya sebagaimana yang dilakukan  oleh kebanyakan orang awam sekarang termasuk BID’AH YANG MUNGKAR secara syar’i, yang harus di jauhi dan pelakunya di cegah.”

Berkata Abu Musa As-Asfahaaniy di kitabnya (adab ziaroh): “ para fuqoha dari Khurasan yang dalam ilmunya mengatakan:” yang disukai dalam berziarah kubur adalah berdiri membelakangi kiblat dan menghadap wajah mayit, dengan memberikan salam, dan tidak mengusap kuburannya serta menciumnya karena hal itu termasuk kebiasan orang-orang Nashoro’.”

Kemudian Al-Imam An-Nawawi memberi komentar:
وما ذكروه صحيح لانه قد صح النهى عن تعظيم القبور
“ dan apa yang mereka sebutkan adalah benar, karena telah Shahih (hadist) larangan mengagungkan kubur” lihat Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab 5/311

Berkata Al-Imam Al-ghazali:
ولا يمس قبراً ولا حجراً فإن ذلك من عادة النصارى
“dan kuburan itu tidak di usap demikian juga batu, karena hal itu adalah KEBIASAAN ORANG NASHARA’. Lihat Ihya’ Ulumuddin 1/129
Beliau juga berkata:
فإن المس والتقبيل للمشاهد من عادة اليهود والنصارى
“ sesungguhnya mengusap dan mencium kuburan adalah KEBIASAAN ORANG YAHUDI DAN NASHARA.” Lihat Ihya’ Ulumuddin 4/491

Madzhab Maliki

Dalam kitab Asy-Syifaa’ oleh Al-Qadhi ‘Iyadh bahwa Imam Malik berkata:
لا أرى أن يقف عند قبر النبي  ولكن يسلم ويمضي
“ aku tidak berpendapat untuk berdiri tetap di sisi kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi cukup memberi salam dan pergi.”
Dan Ibnu Wahb meriwayatkan dari Al-Imam Malik:
ويدنو ويسلم ولا يمس القبر
“ dan mendekat serta memberi salam dan tidak mengusapnya.”
Kemudian Mula ‘Ali Al-qori’ memberikan komentar:
لأن ذلك من عادة النصارى
“ karena hali itu termasuk kebiasaan Nashara’.” Lihat syarh Asy-Syifaa’ 2/152

Berkata Ibnu Al-Hajj:
قال مالك في رواية ابن وهب: إذا سلم على النبي لا يمس القبر بيده
“ berkata Malik dalam riwayat Ibnu Wahb.”Apabila meberi salam kepada Nabi tidak mengusapnya dengan tangannya.” Lihat Al-Madkhal 1/261

Al-Qarrafiy menyebutkan bahwa mengusap dan mencium hanya khusus untuk ka’bah. Lihat Adz-Dzakhirah 3/381

Madzhab Hanbali
   
 Berkata Al-Imam Ibnu Qudaamah:
فصل : ولا يستحب التسمح بحائط قبر النبي صلى الله عليه و سلم ولا تقبيله قال أحمد : ما أعرف هذا
 “ pasal: tidak disukainya mengusap dinding kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pula menciumnya. Berkata Ahmad: aku tidak mengetahuinya (itu merupakan sunnah).
Kemudian beliau menyebutkan sebab larangan mengusap dinding kuburan:
لأن فيه إفراطاً في تعظيم القبور أشبه بتعظيم الأصنام ولأن الصلاة عند القبور أشبه بتعظيم الأصنام بالسجود ولأن ابتداء عبادة الأصنام كان في تعظيم الأموات باتخاذ صورهم ومسحها والصلاة عندها 
“ karena hal itu termasuk berlebih-lebihan dalam mengagungkan kubur yang menyerupai       pengagungan terhadap berhala, karena shalat di sisi kuburan menyerupai pengagungan terhadap         berhala dengan sujud, dan karena permulaan munculnya ibadah kepada berhala adalah pengangungan terhadap orang-orang yang telah mati dengan menggambarnya, mmengusap (kuburannya), dan shalat disisinya.” Lihat Al-Mugniy 3/599

 Berkata Al-Marwadi:
ولا يستحب التمسح بالقبر على الصحيح من المذهب
 “tidak disukai mengusap kuburan atas pendapat yang benar dalam madzhab(hanbali).” 
  Lihat Al-Inshaaf 4/53

 Berkata Ar-Ruhaibaniy:
 ولا يمس قبره صلى الله عليه وسلم ولا حائطه ولا يلصق به صدره ولا يقبله ) أي : يكره ذلك لما فيه من إساءة الأدب والابتداع
“( dan kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam tidak di usap, demikian pula dindingnya, dan tidak menempelkan dadanya , serta tidak menciumnya ) yakni  hal itu dibenci karena termasuk adab yang buruk dan perbuatan BID’AH .” lihat Mathaalib Uli An-Nuhaa 2/442

 Berkata Mar’i bin Yusuf Al-Hanbali:
كره رفع قبر فوق شبر وتجصيصه وتقبيله
“ di benci untuk meninggikan kuburan lebih dari sejengkal, demikian juga, membangunnya, dan menciumnya.” Lihat Ghayatul Muntaha hal 269


keenam:   Tidak bisa disamakan bertabarruk kepada bekas peninggalan Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam -di antaranya adalah bertabarruk dengan mimbar beliau- dengan bertabarruk kepada makam-makam para wali, karena bertabarruk kepada bekas peninggalan Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam -di antaranya adalah bertabarruk dengan mimbar beliau- telah di lakukan oleh para sahabat diantaranya Ibnu Ummar radhiyallahu’anhuma, adapun bertabarruk kepada makam para wali baik dengan mencium dan mengusap-ngusapnya adalah kebiasaan yahudi dan nashara’ dan termasuk perbuatan Syaithan.

Jadi,  apa yang di katakan oleh sang pendekar Ahli Hadist Aliran Aswaja indon Muhammad Idrus Ramli Al-kadzzab bahwa madzhab hambali menyuruh untuk bertabaruk kepada makam wali adalah bentuk PENIPUAN kepada ummat demi untuk menjajakan barang dagangan nya yang tidak lebih berharga dari sampah.

Demikian tulisan ini di buat..
Semoga memberi pencerahan kepada kita semua khususnya saudara-saudara kita yang berada pada aliran Aswaja indon

Wallahu’alam


Ditulis oleh 


Agus Susanto Bin Sanusi
Di Madinah Nabawiyyah 16 Dzulhijjah 1435 H



1 komentar: