
Bertabarruk (mencari berkah) kepada benda-benda mati adalah perbuatan yang
tidak pernah di contohkan oleh Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabatnya, bahkan jika pelakunya menganggap
bahwa benda yang dijadikan tabarruk tersebut dapat mendatangkan manfaat dan
menolak bahaya, maka ini adalah suatu perbuatan KESYIRIKAN, seperti halnya
orang-orang yang bertabarruk kepada makam-makam wali Allah (menurut sangkaan
mereka).
Abu Waqid Al-laitsi radhiallahu’anhu mengatakan: “suatu saat kami
keluar bersama Rosulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam menuju Hunain, sedangkan
kami baru saja lepas dari kekafiran, disaat itu orang-orang musyrik memiliki
sebatang pohon bidara yang dikenal dengan Dzatul Anwath mereka selalu
mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata mereka pada pohon tersebut,
disaat kami melewati pohon bidara tersebut, kami berkata: “ Ya Rosulullah,
buatkanlah kami Dzatul anwath sebagaimana mereka memilikinya” maka Rosulullah
sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Allahu Akbar, itu adalah
tradisi(orang-orang sebelum kalian), demi Allah yang jiwaku berada di
tangan-Nya, kalian benar-benar mengatakan suatu perkataan seperti yang di
katakan bani isro’il kepada Musa: “ buatkanlah kami sesembahan sebagaimana
mereka memiliki sesembahan”, Musa menjawab: “Sungguh kalian adalah kaum yang
bodoh, kalian pasti akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian.” [H.R
At-Tirmidzi dan dinyatakan Shahih olehnya].
Dan hadist diatas adalah petir yang menyambar dan menampar PARA AHLI BID’AH
yang selalu melakukan ritual-ritual kesyirikan, karena memang hadist diatas
tersebut merupakan larangan untuk
mencari berkah kepada pohon dan yang sejenisnya dari benda-benda mati.
Akan tetapi
para penyeru kesesatan dan kesyirikan selalu mencoba meberikan keragu-raguan
kepada kaum muslimin demi mengajak mereka kepada ritual-ritual kesyirikan
dengan membawakan sejumlah Syubhat yang sangat lemah untuk melariskan barang
dagangan mereka yang tidak laku terjual yaitu ritual-ritual kesyirikan.
Diantara syubhat yang di lontarkan oleh para pendekar kesyirikan tersebut
adalah riwayat Imam Ahmad Bin hambal dari jalan anaknya Abdullah yang
membolehkan mencium mimbar Nabi sholallahu
‘alaihi wa sallam, seperti halnya yang dilakukan oleh pendekar dan ahli
hadist sekte Aswaja indon MUHAMMAD IDRUS RAMLI
Bagaimana
sejatinya teks riwayat tersebut??
Berikut
penjelasannya
‘Abdullah
Bin Ahmad bin Hanbal rahimahumaallah berkata:
سألته
عن الرجل يمس منبر النبي ? ويتبرك بمسه ويقبله ويفعل بالقبر مثل ذلك أو نحو هذا
يريد بذلك التقرب إلى الله جل وعز فقال لا بأس بذلك
“aku
bertanya kepadanya (Imam Ahmad) tentang SESEORANG yang mengusap mimbar Nabi
sholallahu ‘alaihi wa sallam,dan bertabarruk dengan usapan tersebut, serta
menciumnya. Dan ia melakukan hal yang serupa terhadap kubur beliau dengan
bertujuan untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘azza wa jalla maka
dia(Imam Ahmad) menjawab: “tidak mengapa dengan hal itu.” Lihat Al-I’lal Fii Ma’rifati
Ar-Rijal 2/492
SANGGAHAN
Riwayat yang
di bawakan ole pendekar Aswaja indon (Muhammad Idrus Ramli Al-kaddzab) ini
tidaklah bisa di jadikan hujjah atas kebolehan bertabarruk kepada kubur-kubur
para wali dengan beberapa alasan:
Pertama:
Konteks
riwayat tersebut adalah pembicaraan tentang status rijaal yang ada pada riwayat
tersebut sebagaimana di ketahui dari isi buku tersebut yang membahas tentang
‘ilal dalam rijaal-rijaal hadist, bukan tentang mengusap dan mencium kuburan
Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam coba perhatikan Riwayat sebelum dan
setelahnya,
Dan dalam
poin ini Al-hamdulillah telah di jelaskan oleh Ustadz Abul Jauzaa’.
Kedua:
Yang
menunjukkan bahwa riwayat tersebut bukanlah berbicara tentang hukum mengusap
dan mencium mimbar dan kuburan Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam adalah
perkataan Imam Ahmad yang diriwayatkan oleh Al-Atsram:
أنه سئل عن جواز لمس قبر النبي ( والتمسح به
فقال: ما أعرف هذا
“ bahwa
beliau(Imam Ahmad) di tanya tentang kebolehan mengusap kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam
menyentuhnya beliau mengatakan” aku tidak tidak mengetahuinya.”
Kemudian
Al-Atsram mengatakan:
رأيت أهل العلم
من أهل المدينة لا يمسون قبر النبي صلى الله عليه و سلم يقومون من ناحية فيسلمون
قال أبو عبد الله : هكذا كان ابن عمر يفعل
“ aku melihat ahlu ilmi dari
penduduk madinah tidak mengusap kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka (hanya)
berdiri dari sisi (kuburan) mengucapkan salam, berkata Abu ‘Abdillah:
“demikianlah Ibnu ‘Umar melakukannya.”( Al-Mugniy 3/599).
Ketiga: Banyak dari para ulama yang menyatakan bahwa para ulama hanabilah meragukan hal ini Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqolani berkata:
فنقل عن الإمام أحمد أنه سئل عن تقبيل منبر النبي صلى
الله عليه و سلم وتقبيل قبره فلم ير به بأسا واستبعد بعض أتباعه صحة ذلك
“dan telah dinukil dari Imam Ahmad
bahwa dia di tanya tentang mencium mimbar dan kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam
dan beliau memandang tidak mengapa, akan tetapi sebagian para pengikutnya (dari
kalangan hanabilah) meragukan keshahihannya.” Lihat Fathul bari 3/475.
Demikian
juga riwayat ini telah di ragukan oleh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Hasyiyahnya
terhadap Syarh Al-Idhah Fii Al-Manasiik hal 454.
Keempat: Telah datang pernyataan dari para ulama hanabilah yang menyatakan tidak di mengusap kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam
Berkata
Al-Imam Ibnu Qudaamah:
فصل : ولا يستحب التسمح بحائط قبر النبي صلى الله عليه و
سلم ولا تقبيله قال أحمد : ما أعرف هذا
“ pasal:
tidak disukainya mengusap dinding kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam dan
tidak pula menciumnya. Berkata Ahmad: aku tidak mengetahuinya (itu merupakan
sunnah).
Kemudian
beliau menyebutkan sebab larangan mengusap dinding kuburan:
لأن فيه إفراطاً في تعظيم القبور أشبه بتعظيم الأصنام
ولأن الصلاة عند القبور أشبه بتعظيم الأصنام بالسجود ولأن ابتداء عبادة الأصنام
كان في تعظيم الأموات باتخاذ صورهم ومسحها والصلاة عندها
“ karena hal
itu termasuk berlebih-lebihan dalam mengagungkan kubur yang menyerupai
pengagungan terhadap berhala, karena shalat di sisi kuburan menyerupai
pengagungan terhadap berhala dengan sujud, dan karena permulaan munculnya
ibadah kepada berhala adalah pengangungan terhadap orang-orang yang telah mati
dengan menggambarnya, mmengusap (kuburannya), dan shalat disisinya.” Lihat Al-Mugniy 3/599
Berkata
Al-Marwadi:
ولا يستحب التمسح بالقبر على الصحيح من المذهب
“tidak
disukai mengusap kuburan atas pendapat yang benar dalam madzhab(hanbali).”
Lihat Al-Inshaaf 4/53
Berkata
Ar-Ruhaibaniy:
( ولا يمس قبره صلى الله عليه وسلم ولا حائطه ولا يلصق به صدره ولا
يقبله ) أي : يكره ذلك لما فيه من إساءة الأدب والابتداع
“( dan kubur
Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam tidak di usap, demikian pula dindingnya, dan
tidak menempelkan dadanya , serta tidak menciumnya ) yakni hal itu dibenci karena termasuk adab yang
buruk dan perbuatan BID’AH .” lihat Mathaalib Uli An-Nuhaa 2/442
Berkata
Mar’i bin Yusuf Al-Hanbali:
كره رفع قبر فوق شبر وتجصيصه وتقبيله
“ di benci
untuk meninggikan kuburan lebih dari sejengkal, demikian juga, membangunnya,
dan menciumnya.” Lihat Ghayatul Muntaha hal 269
Kelima: Bahkan para ulama madzhab telah melarang untuk
mengusap dan mencium kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam
Madzhab Syafi’iyyah
Berkata Al-Imam An-Nawawi:
وقال
الإمام محمد بن مرزوق الزعفراني - وكان من الفقهاء المحققين - في كتابه (في
الجنائز): ولا يستلم القبر بيده ولا يقبله. قال: وعلى هذا مضت السنة. قال أبو
الحسن: واستلام القبور وتقبيلها الذي يفعله العوام الآن من المبتدعات المنكرة
شرعاً ينبغي تجنب فعله ويُنهى فاعله ».
وقال أبو موسى الأصفهاني في كتاب [آداب الزيارة]: وقال
الفقهاء المتبحرون الخراسانيون: « المستحب في زيارة القبور أن يقف مستدبر القبلة
مستقبلاً وجه الميت يسلم ولا يمسح القبر ولا يقبله ولا يمسه فإن ذلك من عادة
النصارى
“berkata Al-Imam Muhammad Bin Marzuuq
Az-Za’farani- dan dia termasuk fuqohaa yang kritis- di kitabnya (di pembahasan
jenazah):” kuburan itu tidak di usap dengan tangannya, dan tidak di cium,dan
ini lah yang berjalan sesuai sunnah, berkata Abul Hasan: “mengusap kuburan, dan
menciumnya sebagaimana yang dilakukan
oleh kebanyakan orang awam sekarang termasuk BID’AH YANG MUNGKAR
secara syar’i, yang harus di jauhi dan pelakunya di cegah.”
Berkata Abu Musa As-Asfahaaniy di
kitabnya (adab ziaroh): “ para fuqoha dari Khurasan yang dalam ilmunya
mengatakan:” yang disukai dalam berziarah kubur adalah berdiri membelakangi
kiblat dan menghadap wajah mayit, dengan memberikan salam, dan tidak mengusap
kuburannya serta menciumnya karena hal itu termasuk kebiasan orang-orang
Nashoro’.”
Kemudian Al-Imam An-Nawawi memberi
komentar:
وما ذكروه
صحيح لانه قد صح النهى عن تعظيم القبور
“ dan apa yang mereka sebutkan
adalah benar, karena telah Shahih (hadist) larangan mengagungkan kubur” lihat Al-Majmu’ Syarh
Al-Muhadzdzab 5/311
Berkata Al-Imam Al-ghazali:
ولا يمس
قبراً ولا حجراً فإن ذلك من عادة النصارى
“dan kuburan itu tidak di usap demikian juga batu,
karena hal itu adalah KEBIASAAN ORANG NASHARA’.” Lihat Ihya’ Ulumuddin 1/129
Beliau juga berkata:
فإن المس
والتقبيل للمشاهد من عادة اليهود والنصارى
“ sesungguhnya mengusap dan mencium kuburan adalah KEBIASAAN
ORANG YAHUDI DAN NASHARA.” Lihat Ihya’ Ulumuddin 4/491
Madzhab Maliki
Dalam kitab Asy-Syifaa’ oleh Al-Qadhi ‘Iyadh bahwa
Imam Malik berkata:
لا أرى أن
يقف عند قبر النبي ولكن يسلم ويمضي
“ aku tidak berpendapat untuk berdiri tetap di sisi
kubur Nabi
sholallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi cukup memberi salam dan pergi.”
Dan Ibnu Wahb meriwayatkan dari
Al-Imam Malik:
ويدنو
ويسلم ولا يمس القبر
“ dan mendekat serta memberi salam
dan tidak mengusapnya.”
Kemudian Mula ‘Ali Al-qori’
memberikan komentar:
لأن ذلك
من عادة النصارى
“ karena hali itu termasuk kebiasaan
Nashara’.” Lihat syarh
Asy-Syifaa’ 2/152
Berkata Ibnu Al-Hajj:
قال مالك
في رواية ابن وهب: إذا سلم على النبي لا يمس القبر بيده
“ berkata Malik dalam riwayat Ibnu
Wahb.”Apabila meberi salam kepada Nabi tidak mengusapnya dengan tangannya.” Lihat Al-Madkhal 1/261
Al-Qarrafiy menyebutkan bahwa
mengusap dan mencium hanya khusus untuk ka’bah. Lihat Adz-Dzakhirah 3/381
Madzhab Hanbali
Berkata Al-Imam Ibnu Qudaamah:
فصل : ولا يستحب التسمح بحائط قبر النبي صلى الله عليه و
سلم ولا تقبيله قال أحمد : ما أعرف هذا
“
pasal: tidak disukainya mengusap dinding kubur Nabi sholallahu ‘alaihi wa
sallam dan tidak pula menciumnya. Berkata Ahmad: aku tidak mengetahuinya (itu
merupakan sunnah).
Kemudian
beliau menyebutkan sebab larangan mengusap dinding kuburan:
لأن فيه إفراطاً في تعظيم القبور أشبه بتعظيم الأصنام
ولأن الصلاة عند القبور أشبه بتعظيم الأصنام بالسجود ولأن ابتداء عبادة الأصنام
كان في تعظيم الأموات باتخاذ صورهم ومسحها والصلاة عندها
“ karena hal
itu termasuk berlebih-lebihan dalam mengagungkan kubur yang
menyerupai pengagungan terhadap berhala,
karena shalat di sisi kuburan menyerupai pengagungan
terhadap berhala dengan sujud,
dan karena permulaan munculnya ibadah kepada berhala adalah pengangungan
terhadap orang-orang yang telah mati dengan menggambarnya, mmengusap
(kuburannya), dan shalat disisinya.” Lihat Al-Mugniy 3/599
Berkata Al-Marwadi:
ولا يستحب التمسح بالقبر على الصحيح من المذهب
“tidak
disukai mengusap kuburan atas pendapat yang benar dalam
madzhab(hanbali).”
Lihat
Al-Inshaaf 4/53
Berkata
Ar-Ruhaibaniy:
ولا يمس قبره صلى الله عليه وسلم ولا حائطه ولا يلصق به صدره
ولا يقبله ) أي : يكره ذلك لما فيه من إساءة الأدب والابتداع
“( dan kubur
Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam tidak di usap, demikian pula dindingnya, dan
tidak menempelkan dadanya , serta tidak menciumnya ) yakni hal itu dibenci karena termasuk adab yang
buruk dan perbuatan BID’AH .” lihat Mathaalib Uli An-Nuhaa 2/442
Berkata
Mar’i bin Yusuf Al-Hanbali:
كره رفع قبر فوق شبر وتجصيصه وتقبيله
“ di benci
untuk meninggikan kuburan lebih dari sejengkal, demikian juga, membangunnya,
dan menciumnya.” Lihat Ghayatul
Muntaha hal 269
keenam: Tidak bisa disamakan bertabarruk
kepada bekas peninggalan Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam -di antaranya
adalah bertabarruk dengan mimbar beliau- dengan bertabarruk kepada makam-makam
para wali, karena bertabarruk kepada bekas peninggalan Nabi sholallahu
‘alaihi wa sallam -di antaranya adalah bertabarruk dengan mimbar beliau-
telah di lakukan oleh para sahabat diantaranya Ibnu Ummar radhiyallahu’anhuma,
adapun bertabarruk kepada makam para wali baik dengan mencium dan
mengusap-ngusapnya adalah kebiasaan yahudi dan nashara’ dan termasuk perbuatan
Syaithan.
Jadi, apa yang di katakan oleh sang pendekar Ahli
Hadist Aliran Aswaja indon Muhammad Idrus Ramli Al-kadzzab bahwa madzhab
hambali menyuruh untuk bertabaruk kepada makam wali adalah bentuk PENIPUAN
kepada ummat demi untuk menjajakan barang dagangan nya yang tidak lebih
berharga dari sampah.
Demikian
tulisan ini di buat..
Semoga
memberi pencerahan kepada kita semua khususnya saudara-saudara kita yang berada
pada aliran Aswaja indon
Wallahu’alam
Ditulis
oleh
Agus Susanto
Bin Sanusi
Di Madinah
Nabawiyyah 16 Dzulhijjah 1435 H
postingan yg menyejukan hati.
BalasHapus