Searching...
Senin, 06 Juli 2015

Qunut Witir Sebelum Ruku' Atau Setelahnya



Pada tulisan kami yang lalu telah dijelaskan akan waktu disyari’atkannya Qunut witir, yaitu pada saat pertengahan akhir bulan Ramadhan menurut pendapat yang terkuat.

Dan sebagai lanjutan dari tulisan kami sebelumnya kali ini kami akan mencoba menyajikan kepada pembaca tentang tempat qunut witir tersebut, setelah ruku’ atau sebelum ruku’???

Semoga hal ini bisa memberikan manfaat.


Pendapat dari para Ulama

Ada beberapa penukilan dari para Ulama berbagai macam Madzhab tentang tempat untuk melakukan Qunut witir itu sendiri. Berikut nukilannya:

1.Madzhab Hanafiyah

Berkata As-Sarakshi dalam kitabnya Al-Mabshuth 1/300
والثالث: أنه يقنت قبل الركوع عندنا لما روينا من الآثار ولأن القنوت في معنى القراءة فإن قوله: اللهم إنا نستعينك مكتوب في مصحف أبي وبن مسعود في سورتين فالقراءة قبل الركوع فكذلك القنوت.
“ Ketiga: Bahwa Qunut itu menurut kami (madzhab Hanafiyah) sebelum ruku berdasarkan Atsar-atsar yang kami bawakan, karena Qunut itu sebenarnya adalah bacaan qur’an. Karena perkataan : “Allahumma Inna Nasta’inuka” tertulis dalam Mushaf Abu Mas’ud Dan Ibnu Mas’ud pada dua surat, dan  bacaan (Qur’an) itu sebelum ruku’, demikian juga Qunut.”

Dalam Kitab Bada’iu Sanaa’iy 1/273 disebutkan:
وَأَمَّا مَحَلُّ أَدَائِهِ فَالْوِتْرُ في جَمِيعِ السُّنَّةِ قبل الرُّكُوعِ عِنْدَنَا
“ Adapun tempat melaksanakannya adalah pada saat witir sebelum ruku’ menurut madzhab kami pada setiap kali melaksanakan semua shalat Sunnah.”
2. Madzhab Syafi’iyah
Berkata Al-Imam An-Nawawi dalam Majmu’ Syarh Muhadzdzab 3/506
في مذهبهم في محل القنوت: قد ذكرنا أن مذهبنا أن محله بعد رفع الرأس من الركوع وبهذا قال أبو بكر الصديق وعمر بن الخطاب وعثمان وعلي رضى تعالي عنهم
“ pendapat para ulama tentang tempat (disyari’atkan) Qunut, kami telah jelaskan bahwa menurut pendapat kami bahwa letak Qunut itu setelah mengangkat kepala dari ruku’, dan ini adalah pendapat Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Al-Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali Radhiyallahu’anhum
Berkata Al-Maawardi dalam Al-Hawii Al-Kabiir 2/358
الْفَصْلُ الثَّالِثُ : فِي مَحَلِّ الْقُنُوتِ فَمَحَلُّهُ بَعْدَ الرُّكُوعِ إِذَا فَرَغَ مِنْ قَوْلِ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ فَحِينَئِذٍ يَقْنُتُ
“ Pasal ketiga: tentang letak (disyari'atkannya) Qunut, Maka letaknya adalah setelah ruku' apabila telah selesai mengucapkan Sami'allahu Liman hamidah Rabbana Lakal Hamdu, maka ketika itu baru Qunut"
3. Madzhab Hanabilah
Berkata Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni 1/820
فصل : ويقنت بعد الركوع نص عليه أحمد وروي نحو ذلك عن أبي بكر الصديق وعمر وعثمان وعلي وأبي قلابة وأبي المتوكل وأيوب السختياني وبه قال الشافعي وروي عن أحمد أنه قال : أنا أذهب إلى أنه بعد الركوع فإن قنت قبله فلا بأس
" Pasal : Dan Qunut itu setelah ruku' inilah yang dinyatakan oleh Imam Ahmad, Diriwayatkan seperti itu juga darai Abu Bakar As-Shiddiq, Umar, Utsman, Ali, abu Qilabah, Abu Al-Mutawakkil, Ayyub As-Sikhtiyani, dan ini adalah penadapat Imam As-Syafi'i, dan diriwayatkan dari Imam Ahmad berkata ; Aku berpendapat bahwa (Qunut/ itu setelah ruku' akan tetapi jika seorang qunut sebelum ruku' maka tidak mengapa."
Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa 23/100
وأما القنوت فالناس فيه طرفان ووسط, فمنهم من لا يرى القنوت إلا قبل الركوع, ومنهم من لا يراه إلا بعد, وأما فقهاء أهل الحديث كأحمد وغيره فيجوزون كلا الأمرين لمجيء السنة الصحيحة بهما, وإن اختاروا القنوت بعده لأنه أكثر وأقيس, فإن سماع الدعاء مناسب لقول العبد: سمع الله لمن حمده, فإنه يشرع الثناء على الله قبل دعائه كما بنيت فاتحة الكتاب على ذلك أولها ثناء وآخرها دعاء
" Adapun Masalah Qunut manusia terbagi menjadi dua kelompok yang berbeda dan satu kelompok yang pertengahan. diantara mereka ada yang berpendapat bahwa Qunut itu tidaklah dilakukan kecuali sebelum ruku', diantara mereka ada yang berpendapat setelahnya. Adapun Fuqoha Ahlu Hadist seperti imam Ahmad dan lainnya  membolehkan kedua-duanya sebagaimana ditunjukkan oleh Sunnah, meskipun beliau memilih setelah ruku' karena itu adalah kebanyakan riwayat dan cocok. karena memperdengarkan do'a sngat pas tatkala seoarang hamba mengucapkan Sami'allahu Liman Hamidah sebab disyari'atkan untuk kita memuji Allah terlebih dahulu sebelum berdo'a sebagaimana telah aku jelaskan dalam permulaan kitab ini, bahwa do'a itu diawali dengan pujian dan diakhiri dengan permohonan."
Kesimpulan
Dari penukilan pendapat para Ulama dari beberapa Madzhab, Nampak bahwa permasalahan letak qunut witir terbagi menjadi tiga pendapat
Pendapat pertama : Qunut witir itu terletak pada sebelum ruku’
Ini adalah pendapat yang dianut oleh Madzhab Hanafiyah. Diantara dalil yang mereka pegang adalah Hadist Anas bin Malik
عن عاصم قال : سألت أنس بن مالك عن القنوت فقال قد كان القنوت . قلت قبل الركوع أو بعده ؟ قال قبله . قال فإن فلانا أخبرني عنك أنك قلت بعد الركوع ؟ فقال كذب إنما قنت رسول الله صلى الله عليه و سلم بعد الركوع شهرا أراه كان بعث قوما يقال لهم الققراء زهاء سبعين رجلا إلى قوم من المشركين دون أولئك وكان بينهم وبين رسول الله صلى الله عليه و سلم عهد فقنت رسول الله صلى الله عليه و سلم شهرا يدعوا عليهم

Dari ‘Ashim berkata: “ Aku bertanya kepada Anas bin Malik tentang Qunut? Beliau menjawab :” Qunut telah ada” Aku bertanya: “ Sebelum Ruku’ atau sesudahnya?” beliau menjawab : Sebelum ruku’ dia berkata: “Sesungguhnya flan telah mengkhabarkan kepadaku bahwa engkau mengatakan stelah ruku’? beliau (Anas) menjawab : dia berdusta sesungguhnya Rosulullah Qunut stelah ruku’ selama sebulan, aku melihat beliau  (Rosulullah) mengutus suatu kaum dari kalangan Ahli Qiro’ah Zahaa’ sebanyak tujuh puluh orang kepada kaum musyrikin,dan diantara Rosulullan dan mereka ada suatu perjanjian , dan Rosulullah pun Qunut mendo’akan keburukan untuk mere (kaum musyrikin) [1]
Mereka yang berpendapat ini mengatakan bahwa qunut itu pada dasarnya adalah Qiro'ah, sedangkan qiro’ah itu terletak pada sebelum ruku’.
Pendapat kedua  : Qunut witir itu terletak setelah ruku’
Dan ini adalah pendapat yang dianut oleh Madzhab Syafi’iyah dan Hanabilah, Diantara  dalil mereka adalah Hadist Abu Hurairoh yang menyatakan bahwa Rosulullah melakukan qunut setelah ruku’
عن أبي هريرة : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان إذا أراد ان يدعو على أحد أو يدعو لأحد قنت بعد الركوع
Dari Abu Hurairoh mengatakan: " Bahwa Rosulullah apabila beliau mau mendo’akan kecelakaan  untuk seseorang atau kebaikan kepada seseorang beliau qunut setelah ruku’."[2]
Mereka yang berpendapat seperti ini mengatakan bahwa hakikat dari qunut itu adalah do’a, sedangkan do’a lebih cocok untuk dilakukan setelah ruku’ setelah mengucapkan Sami'allahu Liman hamidah Rabbana Lakal Hamdu. Karena termasuk adab dalam berdo’a itu hendaknya dimulai dengan memuji Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Pendapat ketiga  : Qunut witir itu boleh dilakukan setelah ruku maupun sebelum
Ini adalah pendapat yang masyhur dari kalangan Hanaabilah, dan salah satu pendapat Imam Ahmad dalam suatu Riwayat. Diantara dalil mereka adalah dalil yang dipegang oleh pendapat pertama dan kedua.
Mereka yang berpendapat ini mengatakan bahwa semua itu telah datang dari As-Sunnah, kedua-duanya baik qunut sebelum Ruku’ maupun sesudahnya boleh dilakukan.
Tarjih
Setelah kita mengetahui pendapat dari masing-masing Ulama Madzhab beserta dalil-dalil yang mereka pegang, Akhirnya kami(penulis) memilih untuk mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa qunut witir itu boleh dilakukan sebelum ruku’ atau sesudah ruku’. Karena memang jika kita memperhaikan dalil-dalil yang dikemukakan oleh para ulama diatas itu tidak terkait dengan Qunut witir, melainkan terkait dengan Qunut Nazilah. Sehingga mereka mengkiaskan Qunut witir ini kepada-nya.
Maka dalam masalah terdapat keluasan bagi seseorang untuk memilih kapan dia mau melakukan qunut witir, apakah sebelum ruku’ atau setelahnya. Hanya saja qunut witir setelah ruku’ lebih cocok untuk dilakukan karena pada dasarnya qunut itu merupakan do’a, sedangkan do’a itu lebih utama dimulai dengan banyak memuji Allah. Dan ini tentunya setelah kita mengucapkan Sami'allahu Liman hamidah Rabbana Lakal Hamdu.
Wallahu’alam


Ditulis oleh


Agus Susanto bin Sanusi
Di Jakarta 19 Ramadhan 1436H


[1]  Diriwayatkan oleh Bukhari no.956, Muslim no.1581, Ahmad dalam Musnadnya 20/129,

[2]  Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dalam Sunannya no.1595, At-Thahawi dalam  Syarh Ma’ani Al-Atsar 1/242, Al-Bukhari no. 4284, Ahmad dalam Musnadnya 12/431,

0 komentar:

Posting Komentar