Searching...
Kamis, 15 Januari 2015

Dibawah naungan Arsy' Allah bag.2


kedua      PEMUDA YANG TUMBUH DALAM KETAATAN

               
Termasuk golongan yang Allah janjikan akan mendapat naungan dihari kiamat kelak adalah Pemuda yang menghabiskan masa mudanya dengan ketatan dan ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.




Makna pemuda (Syaab)


              
Sesungguhnya masa muda adalah masa keemasan dalam kehidupan manusia, karena dimasa mudalah manusia tersebut memperoleh kesempurnaan kekeuatan yang dimilikinya.
dalam bahasa arab pemuda disebut dengan Syaab atau Fataa
  mempunyai arti usia yang telah melewati masa baligh. [1] Lafadz  Syaabb yang terdapat dalam hadist mencukup pula makna untuk pemudi atau dalam bahasa Syaabbah. Meskipun khitab ini ditujukkan untuk kalangan muda laki-laki akan tetapi mencakup pula kalangan muda wanita, karena memang antara laki-laki dan perempuan tidak dibedakan dalam masalah pembebanan syari’at (takliif), kecuali adanya Nash yang menunjukkan akan kekhususan tersebut.

Keterkaiatan antara pemuda dan pemimpin yang adil

               
Perlu kita ketahui bahwa Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam menyebutkan beberapa golongan yang mendapat naungan dari Allah Ta’ala mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya. Diantaranya adalah penyebutan pemuda yang tumbuh dalam ketaatan setelah adanya penyebutan pemimpin yang adil.Sisi keterkaitan tersebut sangatlah jelas, karena dengan adanya pemimpin adil maka Hukum Allah akan tegak berdasarkan cahaya Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga dengan tegaknya hukum Allah dapat menjadikan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dapat berjalan dan terealisailah suatu lingkngan yang kondusif untuk memudahkan para pemuda agar bisa tumbuh dalam ketaatan kepada Allah.
                Keterkaitan itupun dapat kita dari sisi lain yaitu para pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah adalah sebab terealisainya para pemimpin yang adil, karena baik dan buruknya suatu kaum dilihat dari para pemudanya, jika memang para pemuda baik maka keadilan seorang pemimpin kan terealisasi dan sebaliknya jika para pemudanya bergelimang dalam kemaksiatan dan kedurhakaan kepada Allah maka sangat sulit untuk bisa teralisasinya pemimpin yang adil bahkan kaum tersebut akan terancam suatu kehancuran.

Perhatian Islam terhadap para pemuda

                Agama Islam adalah satu-satunya agama yang memberikan perhatian khusus kepada  para pemuda  untuk  bisa tumbuh dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah Ta’ala dan itu bisa kita lihat dari beberapa hal:

pertama: perintah untuk mencari istri yang taat beragama

               Perhatian agama islam terhadap pemuda dimulai sejak sebelum lahirnya para pemuda ke dunia ini, dan hal itu terlihat dengan adanya perintah bagi seorang laki-laki untuk mencari istri yang taat beragama. Karena istri yang taat beragama itu kelak akan menjadi orang pertama yang akan melahirkan pemuda yang tumbuh di dalam ketaatan dan Ibadah kepada Allah Ta’ala.
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:
تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Wanita itu dinikahi karena empat hal: Hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah wanita karena agamanya, maka engkau akan beruntung.”[2]

kedua: perintah untuk selalu meminta perlindungan kepada Allah dari Syaitan tatkala kita hendak berhubungan

               Diantara bentuk perhatian Islam kepada para pemuda adalah perintah untuk selalu meminta perlindungan kepada Allah dari Syaitan tatkala kita berhubungan dengan Istri. Dengan kita meminta perlindungan kepada Allah dari Syaitan disaat kita mencampuri sitri kita, maka calon anak yang kelak tumbuh akan terlindungi dari godaan-godaan syaitan, sehingga anak itupun tumbuh dengan dijauhkan dari pengaruh godaan syaitan.
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:


لو أن أحدكم إذا أتى أهله قل بسم الله اللهم جنبنا الشيطان وجنب الشيطان ما رزقتنا فقضي بينهما ولد لم يضره
“Kalau sekiranya salah seorang diantara kalian mencampuri istrinya membaca :
بِسْمِ اللَّهِ ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
(artinya : “ya Allah jauhkanlah Syaitan dari kami, dan jauhkanlah syaitan dari apa yang engkau karuniakan kepada kami.”)
Maka syaitan tidak akan membahayakan anaknya kelak.”[3]

ketiga : Perintah untuk memberikan nama-nama yang baik kepada anak.

                 Islam memerintahkan kepada para orang tua untuk memberi nama yang baik terhadap anaknya di hari ketujuh dari kelahirannya pada saat dia melaksanakan Aqiqah. Memberi nama terhadap anak dengan nama yang baik adalah merupakan bentuk do’a agar anak bisa tumbuh diatas kebaikan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala, Bahkan Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam telah mengganti beberapa nama anak dengan nama yang lebih baik.

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ أُتِىَ بِالْمُنْذِرِ بْنِ أَبِى أُسَيْدٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- حِينَ وُلِدَ فَوَضَعَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى فَخِذِهِ وَأَبُو أُسَيْدٍ جَالِسٌ فَلَهِىَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- بِشَىْءٍ بَيْنَ يَدَيْهِ فَأَمَرَ أَبُو أُسَيْدٍ بِابْنِهِ فَاحْتُمِلَ مِنْ عَلَى فَخِذِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَقْلَبُوهُ فَاسْتَفَاقَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « أَيْنَ الصَّبِىُّ ». فَقَالَ أَبُو أُسَيْدٍ أَقْلَبْنَاهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ « مَا اسْمُهُ ». قَالَ فُلاَنٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « لاَ وَلَكِنِ اسْمُهُ الْمُنْذِرُ ». فَسَمَّاهُ يَوْمَئِذٍ الْمُنْذِرَ.

“ Dari Sahal Bin Sa’ad berkata:” Mundzir Bin Abu Usaid dibawa kepada Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam pada hari kelahirannya, Maka Nabi Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam meletakkan diatas pahanya, Sedangkan (ayahnya) Abu Usaid duduk.Nabi Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam disibukkan oleh sesuatu dihadapannya .Kemudian bayi itu (Mundzir) diangkat dari paha Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam. Kemudian beliau selesai dari kesibukkannya dan bertanya : “ kemana bayi tadi.”?? Abu Usaid pun menjawab : “kami telah memulangkannya wahai Rosulullah.” Beliau bertanya lagi : “Siapa nama bayi tadi? Abu Usaid menjawab :” Fulan ya Rosulullah.Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam berkata : “ Jangan, tapi (namilah) dengan nama Al-Mundzir.” sejak saat itu nama bayi itu adalah Al-Mundzir.”[4]

Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam telah memberikan arahan kepada kita agar kita menamakan anak-anak kita dengan nama yang baik. Diantara nama-nama yang baik tersebut adalah[5]

1. Nama Abdullah dan Abdurrahman

Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda :

إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللَّهِ عَبْدُ اللَّهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَن
“Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.”[6]

2.Nama yang terdapat bentuk penghambaan kepada Allah
Seperti Abdul Kariim, Abdurrozaq, Abdul Hamid dan lain-lainnya

Berkata Al-Imam Ibnu Hazm:
“Para Ulama sepakat bahwa menamai anak dengan penyandaran kepada Allah, seperti Abdullah dan Abdurrahman  dan yang sejenisnya adalah disukai.”[7]

3. Nama para Nabi dan Rosul
 Dalam Shahih Muslim disebutkan
عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ وُلِدَ لِى غُلاَمٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ وَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ.
“ Dari Abu Musa berkata : telah lahir dariku seorang anak, kemudian aku bawa kepada Nabi Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam, dan beliau memberikan nama Ibrahim dan mentahniknya dengan kurma.”[8]

4. Nama Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam yaitu Muhammad

Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda :
تسموا باسمي ولا تكتنوا بكنيتي
“ Berilah nama dengan namaku(Muhammad) dan janganlah kalian berkunyah dengan kunyahku (Abul Qosiim).”[9]

5. Nama Orang-Orang Shalih
Dari Mughiroh Bin Syu’bah berkata: ketika aku mendatangi kota Najran, para penduduknya bertanya kepadaku: Sesungguhnya kalian membaca (dalam Al-qur’an) “Wahai saudara Harun” padahal musa hidup sebelum Isa berjarak beberapa tahun, maka ketika itu aku datang kepada Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam,aku menanyakan hal itu kepada beliau dan beliaupun bersabda:
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَمُّونَ بِأَنْبِيَائِهِمْ وَالصَّالِحِينَ قَبْلَهُم
“ Dahulu mereka memberi nama-nama Nabi mereka dan orang-orang shalih dari kaum mereka.”[10]

Dan nama-nama orang shalih dari kalangan umat ini yang paling utama adalah para Sahabat dan Sahabiyah, karena mereka itulah sebaik-baik manusia dari kalangan orang-orang Shalih.

keempat : Perintah untuk menjauhkan anak dari perkara-perkara yang Haram

Agama Islam menganjurkan kepada kita agar supaya menjauhkan anak-anak kita dari perkara-perkara yang haram sedini mungkin, karena dengan membiasakan mereka untuk menjauhkan hal-hal yang diharamkan maka mereka akan tumbuh menjadi pemuda yang tumbuh dalam kateaatan kepada Allah Ta’ala
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari neraka.”[11]

“ Dari Abu Hurairoh- radhiyallahu’anhu- berkata : “ pernah suatu ketika Al-Hasan Bin Ali memungut sebutir kurma dari harta sedekah, lalu ia memasukkannya kedalam mulutnya. Kemudian Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:
 كِخْ كِخْ ارْمِ بِهَا أَمَا عَلِمْتَ أَنَّا لاَ نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ
“kikh,kikh[12] buanglah kurma itu, pakah kau tidak tau bahwa kita tidak boleh memakan sedekah.”[13]

kelima : perintah untuk membiasakan anak kepada hal-hal yang wajib

merupakan suatu kewajiban orang tua adalah mendidik anaknya untuk melakukan kewajiban yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala perintahkan apabila anak tersebut telah masuk usia tamyiz[14]

Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda :
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ
“ perintahkanlah kepada anak-anak kalian untuk melaksanakan pada saat umur tujuh tahun dan pukullah mereka (jika mereka tidak melaksanakannya) pada saat mereke umur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”[15]

“ Dari Umar Bin Abi Salamah berkata : “ Ketika aku masih kecil dalam asuhan Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam tanganku mengambil makanan dari segala sisi piring, maka Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam berkata kepadaku :
يا غلام سم الله وكل بيمينك وكل مما يليك
” Wahai anak  bacalah Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu,  dan makanlah apa yang dekat denganmu.”[16]

potret para pemuda yang tumbuh dalam ketaatan

Terjadinya penyimpangan para pemuda kita pada saat ini adalah disebabkan karena faktor hilangnya figur yang dapat dijadikan sebagai panutan dalam kehidupan mereka, sehingga merekapun mengambil orang-orang yang rusak akhlak dan aqidahnya sebagai figure dan idola mereka.
Oelh karenanya marilah sejenak kita mencoba untuk mengenal figur para pemuda yang sesungguhnya yang dapat kita jadikan sebagai contoh dan panutan untuk para pemuda kita.

Pemuda Ashabul Kahfi

Dikisahkan bahwa disuatu kaum yang telah kufur kepada Allah, Dimana Raja dan rakyatnya telah menyimpang dari jalan yang lurus, mereka beribadah kepada selain Allah yang tidak bisa member manfaat . mereka menyembah berhala-berhala yang sama sekali tidak berhak unmtuk disembah, akan tetapi mereka selalu menjaga berhala-berhal tersebut dan tidak ridho kalau ada yang mengganggunya. Merekapun menyakiti setiap orang yang tidak mau beribadah kepadanya. Akan tetapi ditengah-tengah masyarakat yang rusak itu terdapat sekelompok pemuda yang tidak mau sujud kepada selain kepada penciptanya yaitu Allah yang ditangannyalah segala macam urusan. Kelompok pemuda yang beriman kepada Allah, Sehingga Allahpun mengkokohkan keimanan mereka  dan membimbing mereka kejalan yang lurus.

Mereka bukanlah para Nabi dan Rosul , mereka hanyalah orang-orang yang mempunyai keimanan yang kuat. Semua kesyirikan yang terjadi ditengah kaumnya mereka ingkari, sehingga mereka bersepakat untuk menyelamatkan agama dan diri mereka dengan pergi meninggalkan kaum tersebut ketempat yang para penduduknya beriman kepada Allah. Pergilah mereka kesuatu goa dalam rangka untuk bersinggah dan bermalam didalamnya dengan membawa anjing  mereka.

Semua yang mereka miliki berupa tempat tinggal mereka yang nyaman dan lainnya mereka tinggalkan. Mereka lebih memilih untuk tinggal didalam goa yang sempit yang tidak lain hal ini dikarenakan keimanan yang telah menyinari dan meluaskan hati mereka.
Begitulah keadaan orang yang beriman, mereka menganggap padang pasir sebagai taman dan goa itu sebagai istana jika mereka merasa bahwa Allah bersama mereka.
Mereka pergi meninggalkan kampung halaman mereka bukan karena dunia dan bukan pula karena harta, akan tetapi karena mencari ridha Allah.

Karena merasa lelah para pemuda tersebut berbaring, dan anjing mereka duduk dipintu goa dalam rangka menjaga mereka. Disinilah mulai terlihat suatu tanda kebesaran Allah, karena tanpa terasa para pemuda tersebut tertidur selama tiga ratus Sembilan tahun, sedangkan matahari apabila terbit condong kesebelah kanan dan apabila terbenam condong kesebelah kiri  sehingga cahayanya tidak mengenai mereka pada saat awal dan akhir di siang hari. Merekapun membolak-balikan badan mereka sehingga orang yang melihat menyangka mereka tersebut dalam ketakutan, karena mereka banyak mebolak-balikkan badan mereka.

Setelah beberapa ratus kemudian Allahpun membangunkan mereka kembali, mereka bangun dari peristirahatan yang sangat panjan, akan tetapi mereka tidak menyadari berapa lama mereka itu menghabiskan waktu tidur mereka. Tanda-tanda akan lamanya tidur mereka sampai beratus-ratus tahun lamanya pun mulai terlihat, Dan merekapun saling bertanya-tanya: berapa lama kita berada disini? Sebagian merekapun  menjawab: “kita disini sudah sehari atau setengah hari.” Merekapun tidak peduli berapa lama mereka tinggal di goa itu, yang terpenting mereka sudah terbangun , dan mereka menyuruh kepada salah seorang diantara mereka untuk pergi ke kota membawa uang perak  dan membeli makanan dengan uang tersebut.

 Dengan penuh rasa takut keluarlah salah seoranng diantara mereka dari goa itu menuju perkampungan. Sesampainya diperkampungan tersebut dia mendapatkan beberapa keanehan dengan adanya perubahan bangunan, dan lainnya mata uang. Dia merasa aneh mengapa bisa terjadi semua ini dalam sehari semalam. Tentunya penduduk kampung tersebutpun tidak merasa kaget akan asingnya orang ini, karena baju yang dikenakannya dan uang yang dibawanya. Seluruh penduduk kampungnya telah beriman, sang raja yang bengis lagi dzalim sudah mati dan digantikan dengan raja yang beriman lagi shalih sehingga seluruuh penduduk kampungpun bergembira akan kehadiran kelompok pemuda tersebut setelah mengetahui keadaan mereka yang sesungguhnya, karena kelompok para pemuda ini adalah orang-orang yang pertama kali beriman dari kalangan mereka. Sehingga berbondong-bondonglah manusia ingin melihat keadaan para pemuda tersebut yang merupakan suatu tanda kebesaran Allah. Setelah Allah memperlihatkan tanda akan kebesarannya dan kekuasaannya yang mampu menghidupkan kembali orang yang telah mati, maka Allahpun mematikan mereka kembali.[17]
 
lihatlah bagaimana balasan Allah Ta’ala kepada para pemuda tersebut yang mereka menjaga agama Allah dan keimanan mereka sehingga Alllah pun menjaga mereka dari kedzaliman Raja yang Musyrik dan para rakyatnya yang kufur.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“ Wahai orang-orang yang beriman jika kamu menolong agama Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukannmu.”[18]

 Pemuda dari kalangan Ashabul Ukhdud

Kisah ini bermula dari seorang pemuda yang diutus oleh raja untuk belajar ilmu sihir kepada tukang sihir istana. Ia diharapkan akan dapat menggantikan tugas tukang sihir tersebut setelah kematiannya. Pemuda tersebut tinggal pada suatu kampung yang berbeda dengan tempat tukang sihir tersebut berada. Di tengah perjalanan antara kampung dan tempat tukang sihir berada, tinggallah seorang Rahib yang beriman kepada Allah. Ia hidup mengasingkan diri dari masyarakat yang telah rusak agamanya karena menjadikan raja mereka sebagai sesembahan.
Singkat kata setiap kali pemuda tersebut melewati tempat rahib ini, ia tertarik mendengar ajaran-ajaran yang dianut rahib tersebut. Mulailah ia singgah untuk menimba ilmu yang dibawa oleh sang Rahib. Tiap kali berangkat dan pulang dari belajar sihir, ia menyempatkan diri untuk belajar kepada rahib. Ia pun mempelajari dua ilmu yang tidak akan bersatu, ilmu sihir dan ilmu agama.
Suatu ketika, pemuda tersebut melihat binatang besar yang menghalangi perjalanan manusia. Maka timbullah keinginan dalam pikiran pemuda tersebut untuk menguji manakah ajaran yang lebih utama,  ajaran rahib ataukah tukang sihir. Berdoalah ia kepada Allah, “Ya Allah, jika engkau lebih mencintai apa yang dibawa oleh rahib dari pada apa yang dibawa oleh tukang sihir, maka bunuhlah binatang ini, supaya manusia bisa bebas dari gangguannya.” Ia pun melempar binatang tersebut dengan batu yang mengakibatkan binatang itu mati seketika. Yakinlah si pemuda tentang keutamaan dan kebenaran ajaran sang rahib.
Waktu terus berlalu, si pemuda menjadi terkenal sebagai orang yang mahir mengobati orang yang buta, sakit belang, dan penyakit lainnya. Suatu ketika datanglah seorang pejabat dekat raja. Dengan membawa hadiah yang banyak ia datang untuk minta disembuhkan dari kebutaan yang dideritanya. Pejabat itu mengatakan, “Hadiah-hadiah yang aku bawa ini kuberikan kepadamu jika engkau dapat menyembuhkanku.”Si Pemuda menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun, Allahlah yang menyembuhkan, apabila engkau beriman kepada Allah aku akan berdoa kepada-Nya agar menyembuhkanmu.” Maka pejabat itu pun beriman kepada Allah, kemudian Allah menyembuhkan sakitnya.
Pulanglah sang pejabat kerumahnya dan kembali duduk bermajelis bersama raja. Demi melihat kesembuhan pejabat tersebut, heranlah raja. Ia bertanya, “Siapakah yang menyembuhkan penglihatanmu?” Sang Pejabat berkata, “Rabbku.” Mendengar jawaban tersebut murkalah sang raja, dengan marah ia mengatakan, “Apakah kamu mempunyai Rabb selain aku?” Sang pejabat menjawab, “Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.” Seketika itu pula ia disiksa dan terus disiksa sampai akhirnya ia menunjukkan keberadaan si pemuda.
Dicarilah si pemuda tersebut, kemudian ditangkap dan dihadapkan kepada Raja. Raja mulai bertanya kepada si pemuda, ia tahu bahwa pemuda inilah orang yang ia utus untuk belajar kepada tukang sihir. Dengan nada lembut ia bertanya, “wahai anakku, sungguh sihirmu itu telah mencapai tingkatan untuk dapat menyembuhkan kebutaan, sakit belang dan lainnya.” Si pemuda menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan seorang pun, Allahlah yang menyembuhkan.” Maka pemuda inipun disiksa sebagaimana sang pejabat sampai akhirnya si pemuda menunjukkan keberadaan sang rahib.
Ditangkaplah sang rahib dan dipaksa untuk kembali kepada agama sang raja. Maka sang rahib ini menolak dan memilih tetap berada di atas agama Allah. Ia enggan untuk menjadikan makhluk sebagai tandingan bagi Allah. maka sang raja membunuh sang rahib yang beriman ini dengan cara yang keji. Dengan angkara murka sang raja menggergajinya sehingga terbelah menjadi dua bagian. Tidak berbeda pula nasib sang pejabat, ia pun dibunuh dengan digergaji menjadi dua bagian, semoga Allah membalasi keteguhan iman mereka dengan surga.
Adapun nasib si pemuda, berbeda dengan dua orang yang terdahulu. Sang raja menginginkan agar pemuda tersebut dibunuh dengan cara yang berbeda. Ia dibawa ke suatu gunung kemudian dilemparkan dari puncaknya. Akan tetapi, Allah menyelamatkannya dari percobaan pembunuhan ini. Usaha ini dilakukan beberapa kali dengan cara yang berbada. Setiap mereka ingin membunuhnya, si pemuda selalu berdoa kepada Allah, “Ya Allah selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.” Maka Allah pun menyelamatkannya sehingga terbebas dari makar pembunuhan itu dan kembali kepada raja dalam keadaan selamat. Raja pun merasa bingung mencari cara menghabisi si pemuda tersebut.
Dengan penuh pertimbangan, akhirnya si pemuda memberitahukan kepada raja cara membunuh dirinya, ia berkata kepada raja, “Engkau tidak akan bisa membunuhku sampai engkau melakukan apa yang aku perintahkan. Kumpulkan manusia dalam satu tempat yang luas, saliblah aku pada batang pohon, lalu ambillah anak panah dari tempat anak panahku, kemudian katakanlah ‘Dengan menyebut Nama Allah, Rabb anak ini’ dan panahlah aku dengannya.” Sang raja pun melakukan perintah si pemuda. Ia menginginkan untuk segera menghabisinya. Pemuda itu ibarat duri dalam daging,  penghalang yang harus segera dimusnahkan. Raja tidak mengetahui rencana Allah yang Maha Mengetahui. Dikumpulkanlah manusia pada suatu tempat, ia ambil anak panah dari tempat anak panah si pemuda, kemudian ia panah si pemuda sembari mengatakan, “Dengan menyebut Nama Allah, Rabb anak ini.” Anak panah melesat tepat mengenai pelipis si pemuda. Dengan izin Allah matilah pemuda itu di tangan raja.
Namun tanpa diduga oleh raja, rakyat yang menyaksikan peristiwa ini pun serta merta beriman kepada Allah. Mereka mengatakan, “Kami beriman dengan Rabb anak ini, kami beriman dengan Rabb anak ini.”
Telah datang waktunya kebenaran menyusup ke dalam relung hati rakyat. Tatkala keimanan telah menancap kokoh dalam hati, ia laksana batu karang yang tidak hancur diterpa gelombang. Demi melihat peristiwa ini, murkalah sang raja. Ia perintahkan pengikutnya untuk membuat parit-parit di setiap ujung jalan. Kemudian dinyalakan api di dalamnya. Sang raja memerintahkan pengikutnya untuk membunuh siapa saja yang tetap berada dalam keimanan kepada Allah. Satu persatu mereka digiring dan dibawa ke parit tersebut, menemui ajal dengan mendapatkan keridhaan Allah.[19]


 Kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam

                Dalam Surat Al-Anbiya ayat 51-70 menceritakan akan keberanian Nabi Ibrahim dalam membungkam orang-orang Musyrikin zamannya dengan menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah dan pada saat itu beliau masih dalam usia muda sebagaimana ditegaskan dalam ayat 60 dalam surat Al-Anbiya’
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:


وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِن قَبْلُ وَكُنَّا بِه عَالِمِينَ (51) إِذْ قَالَ لأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ (52) قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءنَا لَهَا عَابِدِينَ (53) قَالَ لَقَدْ كُنتُمْ أَنتُمْ وَآبَاؤُكُمْ فِي ضَلالٍ مُّبِينٍ (54) قَالُوا أَجِئْتَنَا بِالْحَقِّ أَمْ أَنتَ مِنَ اللاَّعِبِينَ (55) قَالَ بَل رَّبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنَّ وَأَنَا عَلَى ذَلِكُم مِّنَ الشَّاهِدِينَ (56) وَتَاللَّهِ لأَكِيدَنَّ أَصْنَامَكُم بَعْدَ أَن تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ (57) فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلاَّ كَبِيرًا لَّهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ (58) قَالُوا مَن فَعَلَ هَذَا بِآلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ (59) قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ (60) قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَى أَعْيُنِ النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَشْهَدُونَ (61) قَالُوا أَأَنتَ فَعَلْتَ هَذَا بِآلِهَتِنَا يَا إِبْرَاهِيمُ (62) قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِن كَانُوا يَنطِقُونَ (63) فَرَجَعُوا إِلَى أَنفُسِهِمْ فَقَالُوا إِنَّكُمْ أَنتُمُ الظَّالِمُونَ (64) ثُمَّ نُكِسُوا عَلَى رُؤُوسِهِمْ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا هَؤُلاء يَنطِقُونَ (65) قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنفَعُكُمْ شَيْئًا وَلا يَضُرُّكُمْ (66) أُفٍّ لَّكُمْ وَلِمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ أَفَلا تَعْقِلُونَ (67) قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِن كُنتُمْ فَاعِلِينَ (68) قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ (69) وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الأَخْسَرِينَ (70)

“51. Sungguh, Sebelum dia (Musa dan Harun) telah kami berikan kepada Ibrahm petunjuk, dan kami telah mengetahui dia. 52. Dan ingatlah ketika dia (Ibrahim)berkata kepada ayah dan kaumnya “ Patung-patung apakah yang kalian tekun menyembahnya.” 53. Mereka menjawab.” Kami mendapati nenek-nenek moyang kami menyembahnya.” 54. Dia (Ibrahim) berkata: “sesungguhnya kamu dan nenek moyang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.” 55. Mereka berkata: Apakah engkau datang kepada kami dengan membawa kebenaran  Atau engkau hanya main-main?” 56. Dia Ibrahim menjawab .” Sesungguhnya tuhan kalian adalah Tuhan pemilik langit dan bumi, (Dialah) yang telah menciptakannya dan aku termasuk Aku termasuk yang bersaksi atas hal itu.” 57. Dan demi Allah sungguh aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhala setelah kamu pergi meninggalkannya. 58. Maka dia (Ibrahim) meghancurkan berhala-berhala itu kecuali yang (berhala) yang terbesar, agar mereka kembali untuk bertanya kepadanya. 59. Mereka berkata : “ Siapakah yang melakukan ini terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang Dzalim. 60. Mereka (yang lain) berkata: “ Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini ), namanya Ibrahim.” 61. Kalau demikian bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyaksikannya. 62. Mereka bertanya engkau yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, Wahai Ibrahim?” 63. Dia menjawab :” Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya. 64. Maka mereka kembali kepada kesadaran dan berkata :” sesungguhnya kamulah yang mendzalimi (diri sendiri) 65. Kemudian mereka menundukkan kepala “ Engkau (Ibrahim) pasti tahu bahwa (berhala-berhala) itu tidak dapat bicara. 66. Dia (Ibrahim) berkata: “ mengapa kalian menyembah selain Allah yang tidak dapat member manfaat sedikitpun dan mendatangkan bahaya kepada kalian.? 67. Celaka kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah. 68. Mereka berkata : “ bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian jika kamu benar-benar hendak berbuat.” 69. Kami (Allah) berfirman:” Wahai api jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim.” 70. Dan mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim, maka kami menjadikan mereka itu orang-orang paling rugi.”[20]
para pemuda dari kalangan sahabat Nabi Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam

Dan dikalangan para sahabat Nabi Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam terdapat para pemuda yang telah berhasil digoreskan oleh tinta sejarah.Sebut saja  salah seorang shabat Ali Bin Abi Thalib seorang pemuda yang mempunyai kecerdasan dan kepiawaian dalam strategi perang,Abdullah bin Mas’ud yang kelak menjadi pakar Ahli tafsir, Abdullah Bin Abbas seorang pemuda yang menjadi rujukan dalam tafsir Al-qur’an , Sa’ad Bin Abi Waqqash yang kelak menjadi panglima dalam peperangan Qodisiyyah, Abu Hurairoh seorang pemuda yang banyak menghafal hadist, dan lain-lainnya dari pemuda dizaman sahabat.

Mereka tersebut adalah pemuda yang telah mengambil peran dalam penyebaran agama ini, masa muda mereka telah mereka habiskan untuk membela agama ini.
Dan pemuda-pemuda seperti merekalah yang berhak untuk mendapatkan janji dari Allah untuk mendapatkan naungan dari-Nya di hari kiamat kelak, karena mereka telah menghabiskan masa muda mereka dengan ketaatan kepada Allah dengan menyebarkan Agama Allah ini.

Sebab-sebab baiknya para pemuda

Para pemuda adalah tonggak dari suatu kaum, baik dan buruknya kaum tersebut dilihat dari keadaan para pemudanya. Jika para pemudanya baik maka kaum tersebut akan baik, dan jika mereka tersebut buruk maka tunggulah kehancurannya.
lihatlah pada generasi terbaik ummmat ini, mereka mengalami kejayaan di karenakan para pemuda mereka tumbuh diatas ketaaatan kepada Allah, dan mereka banyak berperan dalam menyebarkan dan menjaga agama Allah ini.

Baiknya para pemuda tersebut tentunya harus didukung oleh beberapa factor ,yang diantaranya adalah:
pertama : peran seorang ibu

Sesungguhnya seorang Ibu memiliki peran penting dalam upaya memperbaiki para pemuda. Dan awal mula tumbuhnya para pemuda yang berjasa dari ummat ini adalah peran dari seorang ibu. Sebut saja Anas Bin Malik Ulama dari kalangan para sahabat, siapa yang berperan penting tumbuhnya seseorang seperti beliau??. Tidak lain adalah peran dari seorang ibu yang bernama Ummu Sulaim. Lihat pula dari seorang Imam besar Muhammad Bin Idris As-Syafi’I, siapa yang berperan menjadikan beliau seperti itu, tidak lain adalah peran seorang Ibu.
Maka peran seorang ibu adalah faktor penting akan kebaikan para pemuda. Benarlah apa yang dikatakan oleh seorang penyair:
الأم مدرسة إذا أعددتها أعددت شعباً طيب الأعراق
“Seorang Ibu adalah Madrasah (tempat pendidikan),
jika kamu membeperbaikinya maka, engkau akan memperbaiki masyarakat yang baik.”


kedua : Teman yang baik

Sesungguhnya teman yang baik merupakan sebab menjadi baiknya seorang pemuda, karena memang teman yang baik bisa mempengaruhi kebaikan pada seseorang.

Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“ Seseorang itu tergantung pada agama temannyya, maka hendaklah salah sorang diantara kamu melihat siapa yang dijadikan temannya.”[21]

ketiga : lingkungan yang baik

lingkungan tempat tinggal juga sebab tumbuhnya para pemuda, jika para pemuda itu berada ditempat lingkungan yang baik maka pemuda itu akan tumbuh menjadi pemuda yang baik. Dan sebaliknya jika pemuda itu berada pada lingkungan yang rusak  maka pemuda itu akan tumbuh menjadi pemuda yang rusak. Maka oleh sebab itu dalam hadist yang kita bahas ini
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam golongan para pemuda yang mendapatkan naungan dari Allah setelah golongan para pemimpin yang adil , dikarenakan pemimpin yang adil adalah faktor baiknya suatu lingkungan dan lingkungan yang baik merupakan faktor baiknya para pemuda.

In Sya Allah bersambung….!!!


[1]  Lihat Lisanul Arab 1/480 oleh Ibnu Mandzur
[2]  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5090  Dari sahabat Abu Hurairoh
[3]  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 141 dan 3283 Dari sahabat Ibnu ‘Abbas
[4]  Diriwayatkan oleh Muslim no. 5621
[5]  Lihat Tuhfatul Maulud hal.163 oleh Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah, Daru ‘Alaamil Fawaa-id. Tahqiq Utsman Bin Jum’ah Ad-Dhumairiyah,Cetakan kedua, Tahun 1436H
[6]  Diriwayatkan oleh Muslim no. Dari sahabat Ibnu ‘Umar
[7]  Lihat Maratib Al-Ijma’ hal 154.
[8]  Diriwayatkan oleh Muslim no.5615
[9]  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. Dan Muslim no. Dari shabat Jabir Bin Abdillah
[10] Diriwayatkan oleh Muslim no.5598
[11]  Surat At-Tahriim ayat 6
[12]  Suatu perkataan yang bertujuan untuk memperingatkan seorang anak dari perbuatan jelek.
[13]  Diriwayatkan oleh Muslim no.2473
[14]  Yaitu usia dimana seorang anak dapat membedakan antara baik dan buruk, dan usia tamyiz kira-kira 6-7 tahun. Wallahu’alam
[15]  Diriwayatkan oleh Abu Dawud no.495  Dan dishahihkan oleh Syeikh Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil 1/266
[16]  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5376
[17]  Lihat kisah ini dalam surat Al-Kahfii ayat 10 sampai 26
[18]  Surat Muhammad ayat 7
[19]  Kisah ini diriwayatkan Oleh Muslim no.7511 dari Sahabat Suhaib
[20] . Surat Al-Anbiyaa’ ayat 51-70
[21]  Diriwayatkan oleh  Ahmad, At-Tirmidzi dan Abu Dawud. Berkata At-Tirmidzi: Hadist ini Hasan Gharib Lihat Miskatul Al-Mashabiih 3/87

0 komentar:

Posting Komentar