keempat : seorang yang hatinya selalu terikat pada masjid
Termasuk golongan orang yang mendapat naungan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala di hari kiamat kelak adalah seorang yang hatinya terikat dengan masjid dengan sebab kecintaannya kepada masjid.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن
تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ
وَالآصَالِ رِجَال لاَّ تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّهِ
وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ
الْقُلُوبُ وَالأَبْصَارُ
“ Dirumah-rumah yang disana telah
diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih
(mensucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang. Orang-orang (laki-laki) yang
tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah ,
melaksanakan Shalat dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati
dan penglihatan menjadi guncang.” (Q.S An-Nuur: 36-37)
Dalam ayat diatas perintah untuk memuliakan
masjid berlaku untuk laki-laki bukan perempuan, karena memang sejatinya yang
diperintahkan untuk memakmurkan masjid
dengan melaksanakan shalat jama’ah adalah kaum laki-laki. Adapun
perempuan mereka diperintahkan untuk melaksanakan shalat dirumah-rumah mereka.
Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam
bersabda:
لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ
الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
“ Janganlah
kalian cegah Wanita-wanita kalian (untuk pergi) ke Masjid, dan
rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.”[1]
Bahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah
menjadikan orang-orang yang memakmurkan masjid sebagai suatu tanda bahwa mereka
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يَعْمُرُ
مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ
وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللَّهَ فَعَسَى أُوْلَئِكَ أَن
يَكُونُواْ مِنَ الْمُهْتَدِينَ
“
Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan
zakat, dan tidak takut (kepada apapun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan
mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S At-Taubah: 18)
Makna
Dan Fungsi Masjid
Masjid
secara etimilogi (bahasa) mempunyai arti
tempat untuk sujud. Adapun secara
terminologi Masjid adalah tempat yang
disediakan untuk melaksanakan Shalat secara terus-menerus.[2]
Masjid
sering disebut Baitullah (rumah Allah) , yaitu bangunan yang didirikan sebagai
sarana untuk mengabdi kepada Allah.
Pada saat
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam
ke Madinah, Hal yang pertama kali beliau lakukan adalah membangun
Masjid, dan masjid yang pertama kali dibangun oleh beliau adalah masjid Qubah.
Fungsi
masjid paling utama adalah sebagai tempat melaksanakan ibadah secara
berjama’ah, yang mana shalat berjama’ah dimasjid merupakan kewajiban bagi
setiap laki-laki.
Rosulullah
Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ رَجُلاً يُصَلِّى
بِالنَّاسِ ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ يَتَخَلَّفُونَ عَنْهَا فَآمُرَ بِهِمْ
فَيُحَرِّقُوا عَلَيْهِمْ بِحُزَمِ الْحَطَبِ بُيُوتَهُمْ وَلَوْ عَلِمَ
أَحَدُهُمْ أَنَّهُ يَجِدُ عَظْمًا سَمِينًا لَشَهِدَهَا
“ Sungguh
aku sangat berkeinginan untuk memerintahkan seseorang mengimami manusia,
kemudian akupun pergi kepada orang-orang yang meninggalkan shalat (jama’ah) dan
akupun memerintahkan untuk membakar rumah-rumah mereka dengan kayu bakar. Kalau
sekiranya salah seorang diantara mereka mengetahui dia akan mendapatkan tulang
yang besar pasti akan menghadirinya.”[3]
Dari
Abdullah bin Mas’ud -Radhiyallahu ‘anhu- berkata:
لَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنِ الصَّلاَةِ إِلاَّ
مُنَافِقٌ قَدْ عُلِمَ نِفَاقُهُ أَوْ مَرِيضٌ إِنْ كَانَ الْمَرِيضُ لَيَمْشِى
بَيْنَ رَجُلَيْنِ حَتَّى يَأْتِىَ الصَّلاَةَ - وَقَالَ - إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- عَلَّمَنَا سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى
الصَّلاَةَ فِى الْمَسْجِدِ الَّذِى يُؤَذَّنُ فِيهِ
“ Saya
melihat semua kami (para sahabat) tiada ketinggalan menghadiri shalat
(berjama’ah), selain dari orang-orang munafik yang telah nyata kemunafikannya
atau orang yang sedang sakit. Apabila ada yang sakit maka dia akan berjalan
dengan dipegang lengannya oleh dua orang sampai dia melaksanakan shalat. Dan
beliau berkata : sungguh Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam telah
mengajarkan kepada kami Sunanul Huda (petunjuk) dan termasuk diantaranya
adalah shalat di masjid yang didalamnya terdengar adzan.”[4]
Meskipun
fungsi utamanya sebagai tempat menegakkan shalat, namun Masjid bukan hanya
tempat melaksanakan shalat saja. Dimasa Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa
Sallam masjid selain digunakan untuk shalat, berdzikir dan I’tikaf, Masjid
juga digunakan untuk kepentingan sosial misalnya sebagai tempat belajar dan
mengajar, merawat orang sakit, menerima para utusan, tempat untuk menyelesaikan
perkara dan lain sebagainya.
Keutamaan Pergi Ke Masjid
Seorang yang selalu pergi ke masjid untuk melakukan Ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala memiliki beberapa keutamaan, dan diantara keutamaan tersebut adalah
1. Setiap langkah kakinya akan dihitung sebagai sedekah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ خُطْوَةٍ تَمْشِيهَا إلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ
“Dari Abu Hurairo berkata: Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:”setiap langkah berjalan untuk menunaikan Shalat adalah sedekah.”[5]
2. Seorang yang berjalan ke masjid akan dihapuskan dosanya dan akan ditinggikan derajatnya
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ تَطَهَّرَ فِى بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِىَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً ».
“Dari Abu Hurairoh, Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:”barangsiapa yang bersuci dirumahnya lalu dia berjalan menuju salah satu Rumah Allah (masjid) untuk menunaikan kewajiban yang Allah telah wajibkan , maka salah satu langkah kakinya akan menghapus dosa dan langkah kaki yang lainnya akan meninggikan derajatnya.”[6]
3. Seorang yang pulang dari masjid dia akan dicatat sebagaimana perginya
عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَجُلٌ لاَ أَعْلَمُ رَجُلاً أَبْعَدَ مِنَ الْمَسْجِدِ مِنْهُ وَكَانَ لاَ تُخْطِئُهُ صَلاَةٌ - قَالَ - فَقِيلَ لَهُ أَوْ قُلْتُ لَهُ لَوِ اشْتَرَيْتَ حِمَارًا تَرْكَبُهُ فِى الظَّلْمَاءِ وَفِى الرَّمْضَاءِ . قَالَ مَا يَسُرُّنِى أَنَّ مَنْزِلِى إِلَى جَنْبِ الْمَسْجِدِ إِنِّى أُرِيدُ أَنْ يُكْتَبَ لِى مَمْشَاىَ إِلَى الْمَسْجِدِ وَرُجُوعِى إِذَا رَجَعْتُ إِلَى أَهْلِى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « قَدْ جَمَعَ اللَّهُ لَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ »
“Dari Ubay Bin Ka’ab berkata :” dulu ada seorang yang tidak aku ketahui rumahnya paling jauh selain dia, Namun dia tidak pernah tertinggal shala. Kemudian ada yang berkata kepadanya,”bagaimana kalau engkau membeli onta untuk dikendarai ketika gelap dan ketika tanah dalam keadaan panas. Orang itupun menjawab: “Aku tidak senang kalau rumahku disamping masjid, aku ingin dicatat bagiku langkah kakiku menuju masjdi dan ketika pulang kekeluargaku.
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:”Sungguh Allah telah mencatat bagimu seluruhnya.”[7]
4. Seorang yang pergi kemasjid pada pagi dan sore hari maka dia akan mendapatkan jamuan hidangan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ غَدَا إِلَى
الْمَسْجِدِ أَوْ رَاحَ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُ فِى الْجَنَّةِ نُزُلاً كُلَّمَا
غَدَا أَوْ رَاحَ »
“ Dari Abu
Hurairoh , dari Nabi Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bahwa beliau bersabda:”barangsiapa
yang pergi menuju masjid pada waktu pagi hari atau sore hari maka Allah akan
memberikan jamuan hidangan baginya disurga pada setiap pagi dan sore.”[8]
5. Setiap langkahnya ke masjid dicatat suatu kebaikan
5. Setiap langkahnya ke masjid dicatat suatu kebaikan
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كل خطوة
يخطوها إلى الصلاة يكتب له بها حسنة ويمحى عنه بها سيئة
“Dari Abu
Hurairoh, Rosulullah Sholallahu
‘alaihi Wa Sallam bersabda:” Setiap langkah menuju tempat sholat akan
dicatat suatu kebaikan dan akan dihapus suatu kejelekan.”[9]
Adab-adab Dalam Masjid[10]
Masjid merupakan Rumah Allah yang nama-Nya disucikan dan
dipuji didalamnya,maka sudah selayaknya kita untuk menjaganya dengan
memperhatikan adab-adab dan sunnahnya.
Diantara adab-adab yang perlu kita perhatikan adalah:
1.
Mengenakan pakaian yang
indah ketika pergi ke Masjid.
Tatkala shalat secara berjama’ah dimasjid
merupakan kewajiban dalam agama,maka hendaknya seorang muslim mengetahui cara
bagaimana dia mendatangi Rumah Allah
dengan memenuhi adabnya. Dan diantara adab yang pertama adalah
mengenakan pakaian yang rapi pada saat hendak pergi ke Masjid.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
يَا
بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“ Wahai anak cucu Adam, pakailah
pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) Masjid.” (Q.S Al-A’raf: 31)
Berkata Al-Hafidz Ibnu Abdil Barr: “Adapun
orang-orang yang datang ke Masjid dalam keadaan yang tidak bagus, memiliki
aroma yang tidak sedap, dan mengenakan pakaian kerja atau pakaian tidur, tidak
diragukan lagi bahwa orang ini tidak mempunyai adab ketika dirumah Allah dan
mereka telah menyelisihi perintah Allah dalam Surat Al-A’araf ayat 31 diatas.”
2.
Memiliki aroma yang sedap
tatkala pergi ke Masjid
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ الْمُنْتِنَةِ فَلاَ
يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى
مِنْهُ الإِنْسُ
“ Barangsiapa yang memakan pohon busuk ini
(bawang) maka janganlah mendekat Masjiid
kami, karena sesungguhnya Malaikat merasa terganggu dari apa saja yang manusia
terganggu.”[11]
Ummar bin Al-Khattab -Radhiyallahu
‘anhu- berkata dalam Khutbahnya:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ تَأْكُلُونَ مِنْ شَجَرَتَيْنِ لَا أُرَاهُمَا إِلَّا
خَبِيثَتَيْنِ هَذَا الثُّومُ وَالْبَصَلُ لَقَدْ كُنْتُ أَرَى الرَّجُلَ عَلَى
عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوجَدُ رِيحُهُ مِنْهُ
فَيُؤْخَذُ بِيَدِهِ حَتَّى يُخْرَجَ بِهِ إِلَى الْبَقِيعِ
“ Wahai sekalian manusia sesungguhnya
kalian memakan dua pohon ini, dan aku tidak melihatnya melainkan keduanya adalah
pohon busuk dari bawang merah dan bawang
putih. Aku dahulu melihat seseorang pada zaman Rosulullah Sholallahu ‘alaihi
Wa Sallam ada bau aroma darinya diambil tanganya sampai dikeluarkan menuju
Baqi’.”[12]
Apabila memakan bawang merah dan bawang
putih saja dilarang untuk pergi ke masjid padahal keduanya adalah mubah dan
halal, lalu bagaimana dengan seorang yang merokok yang telah jelas keharamannya
dan membahayakan badan.
Tidak diragukan lagi bahwa rokok sangatlah
mengganggu hamba-hamba Allah baik dari kalangan Malaikat maupun orang-orang
yang shalat di Masjid. Dan tidak selayaknya bagi orang yang hendak pergi ke
Masjid untuk mengganggu saudara-saudaranya yang lain.
3.
Bersiwak.
Termasuk adab ketika masuk Masjid hendaknya seseorang bersiwak terlebih
dahulu. Karena dengan bersiwak kita bisa membersihkan mulut dan menghilangkan
bau tak sedap.
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:
السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ
لِلرَّبِّ
“ Siwak itu membersihkan mulut dan diridhai oleh Rabb.”[13]
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ
صَلاَةٍ
“ kalau sekiranya tidak memberatkan Umatku niscaya aku akan perintahkan
mereka untuk bersiwak setiap kali shalat.”[14]
Jika sekiranya kita menggunakan
pasta gigi dan sejenisnya maka itu sudah mencukupinya.
4. Bersegera untuk
menunaikan shalat
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ
“ Dan bersegeralah menuju ampunan Rabb mu.” (Q.S Ali I’mron: 133)
Allah pun telah memuji pilihan hamba-hambanya yang shalih dengan
bersegeranya mereka melakukan ketaatan kepada Allah.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
إنْهم كَانوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ
“ Sesungguhnya mereka amatlah bersegera didalam kebaikan.” (Q.S Al-Mu’minun: 61)
Perlu diketahui bahwa bersegera yang di maksud di sini bukan berarti
berjalan sangat cepat atau berlari untuk mengejar shalat berjama’ah. Karena hal
semacam di larang oleh Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam
5. Membaca do’a
ketika hendak pergi ke Masjid
Diantara do’a yang diajarkan oleh Rosulullah Sholallahu
‘alaihi Wa Sallam ketika
mau pergi ke Masjid untuk melaksanakan shalat adalah dengan membaca:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِى قَلْبِى نُورًا وَفِى
لِسَانِى نُورًا وَاجْعَلْ فِى سَمْعِى نُورًا وَاجْعَلْ فِى بَصَرِى نُورًا
وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِى نُورًا وَمِنْ أَمَامِى نُورًا وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِى
نُورًا وَمِنْ تَحْتِى نُورًا اللَّهُمَّ أَعْطِنِى نُورًا
“ Ya Allah jadikanlah dalam hatiku ini cahaya, dalam perkataanku cahaya,
dalam pendengaranku cahaya, dalam penglihatanku
cahaya, dari belakangkucahaya, dari depanku cahaya, dari depanku cahaya, dari atasku
cahaya, dari bawahku cahaya, dan berikanlah aku cahaya.”[15]
Dan juga membaca do’a ketika keluar rumah
بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلتُ عَلَى اللهِ ،
اللَّهُمَّ إِنِّي أعُوذُ بِكَ أنْ أضِلَّ أَوْ أُضَلَّ ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ
أُزَلَّ ، أَوْ أظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ ، أَوْ أجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ
“ dengan menyebut nama Allah aku bertawakal kepada Allah. Ya Allah aku
berlindung kepadamu dari kesesatan atau disesatkan, ketergelinciran atau
ditergelincirkan, kedzaliman atau didzalimi, kebodohan atau dibodohi.”[16]
6.
Berjalan menuju Masjid dengan
tenang dan tidak terburu-buru
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:
إِذَا
سَمِعْتُمْ الْإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ
وَالْوَقَارِ وَلَا تُسْرِعُوا فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ
فَأَتِمُّوا
“Jika kalian
mendengar Iqomah, maka berjalanlah untuk shalat, hendaknya kalian (berjalan
dengan) tenang dan tidak terburu-buru. Apa yang kalian dapati maka
(kerjakanlah) shalat, dan apa yang tertinggal maka sempurnakanlah.” [17]
Dalam riwayat lain disebutkan
إِذَا
ثُوِّبَ لِلصَّلاَةِ فَلاَ تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا
وَعَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ
فَأَتِمُّوا
“ Jika Shalat telah dikumandangkan maka
janganlah kalian mendatanginya dengan terburu-buru, dan hendaknya kalian
berjalan dengan tenang Apa yang kalian dapati maka (kerjakanlah) shalat, dan
apa yang tertinggal maka sempurnakanlah.”[18]
Mendatangi Masjid dengan tenang dan tidak
terburu-buru setidaknya ada tiga manfaat yang diperoleh.
Pertama: Bisa menunaikan shalat dengan
penuh kekhusu’an
Kedua
: Telah merealisasikan perintah Allah
Ketiga
: Bisa memperbanyak langkah, yang mana setiap langkah akan menghapus
kesalahan dan meninggikan derajat
7.
Tidak menjaring jari jemari
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:
إذا
توضأ أحدكم في بيته ثم أتى المسجد كان في صلاة حتى يرجع فلا يقل هكذا و شبك بين
أصابعه
“
Jika salah seorang diantara kalian berwudhu di Rumahnya kemudian dia mendatangi
Masjid, maka dia dalam keaadaan shalat sampai dia pulang. Janganlah kalian
melakukan seperti ini dan beliaupun menjaring jari jemarinya.”[19]
Dalam riwayat lain disebutkan
إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ خَرَجَ عَامِدًا إِلَى الْمَسْجِدِ فَلاَ يُشَبِّكَنَّ يَدَيْهِ فَإِنَّهُ فِى صَلاَةٍ
“Jika salah seorang diantara kalian
berwudhu, dan memperbaiki wudhunya kemudian keluar munuju shalat ke Masjid,
maka janganlah menjaring jari-jemarinya karena sesungguhnya dia dalam keadaan
shalat.”[20]
8.
Mendahulukan kaki kanan
ketika masuk Masjid
Anas bin Malik- Radhiyallahu ‘anhu-berkata:
مِنَ
السُّنَّةِ إِذَا دَخَلْتَ الْمَسْجِدَ أَنْ تَبْدَأَ بِرِجْلِكَ الْيُمْنَى ،
وَإِذَا خَرَجْتَ أَنْ تَبْدَأَ بِرِجْلِكَ الْيُسْرَى
“ termasuk sunnah jika engkau masuk masjid
mendahulukan kaki kanan, dan jika engkau keluar mendahulukan kaki kiri.”[21]
Atsar diatas meskipun bentuknya adalah
Mauquf (hanya sampai keapada Shabat) tetapi dihukumi sebagai Marfu’ (sampai
kepada Nabi) karena tidaklah seorang Sahabat mengatakan “termasuk sunnah”
melainkan yang dimaksud adalah Sunnah Nabi Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam
Dan mendahulukan sesuatu yang kanan pada
hakikatnya termasuk kebiasaan Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam yang
beliau sukai
Aisyah -Radhiyallahu ‘Anha-
berkata:
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُحِبُّ التَّيَمُّنَ فِى شَأْنِهِ كُلِّهِ
فِى نَعْلَيْهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ
“ Adalah Rosulullah Sholallahu ‘alaihi
Wa Sallam menyukai untuk mendahulukan sesuatu yang kanan disetiap
urusannya. Ketika memakai kedua sandalnya, ketika menyisir, dan ketika
bersuci.”[22]
9.
Berdo’a ketika masuk Masjid
Termasuk adab seseoarang ketika masuk Masjid adalah mengucapkan do’a
اللَّهُمَّ
افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“ Ya Allah Bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmatmu.”[23]
Atau juga membaca do’a
أَعُوذُ
بِاللَّهِ الْعَظِيمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيمِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“ Aku berlindung kepada Allah yang maha agung, dan Wajahnya yang mulia,
dan kekuasaannya yang terdahulu dari Syaitan yang terkutuk.”[24]
10. Mengucapkan
salam kepada orang yang berada di Masjid
Hal ini berdasarkan sabda Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa
Sallam
لاَ
تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا
أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا
السَّلاَمَ بَيْنَكُم
“ Kalian tidak akan masuk surga sampai
kalian beriman,dan kalian tidak beriman sampai kalisan saling mencintai. Maukah
aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang apabila kalian mengerjakannya kalian
akan saling mencintai. Tebarkanlah salam diantara kalian.”[25]
11.
Mengerjakan shalat tahiyyatul
masjid
Termasuk adab seseorang ketika masuk Masjid
adalah tidak langsung duduk, akan tetapi hendaknya dia melaksanakan shalat dua
raka’at terlebih dahulu yaitu shalat tahiyyatul Masjid.
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam
bersabda:
إِذَا
دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
“ Jika salah seorang diantara kalian masuk
Masjid maka shlatlah dua raka’at sebelum dia duduk.”[26]
Dan shalat tahiyyatul Masjid ini menurut
mayoritas Ulama hukumnya adalah Mustahab tidak sampai wajib. Hal ini
berdasarkan hadist Thalhah bin Ubaidilah bahwa seseorang bertanya kepada
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam tentang shalat selain lima waktu
apakah wajib kemudian beliau Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda: “
Tidak kecuali jika kamu menginginkan untuk melakukannya.”[27]
12.
Tidak keluar Masjid setelah
adzan dikumandangkan kecuali ada udzur
Termasuk adab seseorang di Masjid ketika
mendengar adzan adalah tidak keluar dari Masjid kecuali ada udzur. Karena
seseorang yang keluar dari Masjid ketika adzan dikumandangkan merupakan satu
bentuk berpaling dari apa yang terkandung dalam lafadz adzan. Bahkan dengan
keluarnya seseorang dari Masjid ketika adzan dikumandangkan dapat menyebabkan
tertinggalnya dia dari shalat berjama’ah.
Abu Sya’tsaa -Rahimahullah-
mengatakan: “ kami dahulu pernah duduk di Masjid bersama Abu Hurairoh, kemudian
seseorang bangun dan berjalan ketika adzan dikumandangkan. Abu Hurairoh pun
memperhatikannya sampai orang itu keluar dari Masjid. Dan Abu Hurairaoh berkata
: “ Adapun orang ini sungguh dia telah bermaksiat kepada Abul Qosiim
(Rosulullah).”[28]
13.
Tidak meninggikan suara di
dalam Masjid
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam
bersabda :
إِنَّ الْمُصَلِّي يُنَاجِي رَبَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ فَلْيَنْظُرْ مَا يُنَاجِيهِ وَلَا يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى
بَعْضٍ بِالْقُرْآنِ
“
Sesungguhnya orang yang Shalat itu sedang bermunajat kepada Tuhannya, maka
perhatikanlah munajatnya tersebut. Dan janganlah kalian mengeraskan bacaan
Al-qur’an kepada sebagian yang lain.”[29]
Kalau sekiranya membaca Al-qur’an yang itu
disyari’atkan dilarang untuk dibaa dengan keras, maka bagaimana dengan
perkataan-perkataan yang lainnya.
As-saaib bin Yazid berkata: “Aku dahulu
berdiri di dalam Masjid Nabawi, tiba-tiba ada seorang yang menepukku dan aku lihat
ternyata orang itu adalah Umar dan berkata: pergi dan panggilah kedua orang
tersebut yang sedang berbicara (dengan suara yang keras). Diapun berkata: “
darimana kalian berdua?” keduanya menjawab: dari penduduk Tha’if. Umar berkata:
“ Kalau sekiranya kalian termasuk penduduk negeri ini aku akan hukum kalian.
Kalian keraskan suara kalian sementara kalian di Masjid Nabawi.”[30]
14.
Tidak menyibukkan diri
dengan urusan dunia
Termasuk menyibukkan diri dengan perkara
dunia di Masjid adalah mengadakan transaksi jual beli dan mencari barang yang
hilang di Masjid yang kedua itu tidak diperbolehkan berdasarkan sabda Nabi Sholallahu
‘alaihi Wa Sallam:
إِذَا
رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِى الْمَسْجِدِ فَقُولُوا : لاَ أَرْبَحَ
اللَّهُ تِجَارَتَكَ ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَنْشُدُ فِيهِ ضَالَّةً فَقُولُوا
: لاَ رَدَّهَا اللَّهُ عَلَيْكَ
“ Jika kalian melihat seorang yang bertransaksi jual beli dalam Masjid
maka katakanlah: “ Semoga Allah tidak member keuntungan pada daganganmu. Dan
jika kamu melihat seseorang mencari barang hilang dalam Masjid maka katakanlah:
“semoga Allah tidak mengembalikannya padamu.”[31]
15. Meluruskan dan
merapatkan shaf
Termasuk adab dalam Masjid adalah meluruskan dan merapatkan shaf ketika
shalat akan di laksanakn.
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa
Sallam bersabda:
سَوُّوا
صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ
“ Luruskanlah shaf-shaf kalian. Karena meluruskan shaf termasuk
kesempurnaan shalat.”[32]
Dalam riwayat lain dngan redaksi
اسْتَوُوا
وَلاَ تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ
“ Luruskanlah (shaf kalian) dan janganlah bercerai berai, nanti hati-hati
kalian akan berecerai berai.”[33]
لَتُسَوُّنَّ
صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ
“ Kalian meluruskan shaf kalian atau Allah akan mencerai beraikan
wajah-wajah kalian.”[34]
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam telah menjanjikan bagi siapa saja yang
menyambung barisan shaf maka Allah akan sambungkan hubungan kepadanya dan
sebaliknya siapa yang memutuskan shaf Allah akan putuskan hubungan dengannya
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa
Sallam bersabda:
من وصل صفا وصله الله و من قطع صفا
قطعه الله
“ barangsiapa yang menyambung shaf
Allah akan menyambung (hubungan) dengannya, dan barang siapa yang memutuskan
Shaf Allah akan putuskan (hubungan) dengannya.”[35]
16. Tidak mengambil
barisan shaf diantara tiang Masjid
Bukan termasuk adab dalam Masjid manakala seseorang mengambil barisan
Shaf diantara tiang-tiang masjid.
Dari Mu’awiyah bin Qurroh dari ayahnya berkata:
كُنَّا
نُنْهَى أَنْ نَصُفَّ بَيْنَ السَّوَارِي عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“ Kami dahulu dilarang untuk mengambil shaf diantara tiang-tiang (Masjid)
pada zaman Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa
Sallam.”[36]
Kita dilarang untuk mengambil shaf diantara tiang-tiang Masjid karena
hal itu bisa memutuskan shaf dan menyebabkan tidak lurusnya shaf, sehingga
shafpun terputus dengan tiang-tiang tersebut. Akan tetapi jika memang keadaan
mengharuskan seseorang untuk mengambil shaf diantara tiang masjid seperti
jumlah jama’ah yang begitu banyak dan masjid yang kita shalati kecil, maka itu
tidak mengapa.
17. Masuk dalam
barisan shaf untuk shalat bersama imam.
Apabila seseorang masuk dalam shalat dan mendapati para jama’ah sedang
shalat, maka termasuk adabnya adalah mengikuti gerakan imam dan tidak berdiam
diri.
Jika kita berdiam diri maka ini menyelisihi apa yang diperintahkan
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam untuk mengikuti Imam dalam setiap gerakannya.
Rosulullah Sholallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda:
إِذَا
سَمِعْتُمْ الْإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ
وَالْوَقَارِ وَلَا تُسْرِعُوا فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ
فَأَتِمُّوا
“Jika kalian
mendengar Iqomah, maka berjalanlah untuk shalat, hendaknya kalian (berjalan
dengan) tenang dan tidak terburu-buru. Apa yang kalian dapati maka (kerjakanlah)
shalat, dan apa yang tertinggal maka sempurnakanlah.” [37]
18. Tidak
berdesak-desakkan ketika shalat.
Termasuk adab dalam Masjid ketika shalat hendaknya seseorang tidak
berdesakkan di dalam Shaf. Hal ini serring kita jumpai diantara saudara-saudara
kita yang mempunyai semangat dalam mengerjakan kebaikan. Dimana mereka
berdesakkan di dalam shaf agar bisa shalat di barisan shaf pertama. Seperti ini
bukanlah termasuk adab didalam shalat, karena hal ini bisa mengganggu orang
lain disebelah kita. Dan mungkin orang yang berada disebelah kita itu adalah
orang yang sudah tua renta atau orang yang sedang sakit, sehngga dengan kita
berdesakkan di barisan shaf itu bisa mengganggu mereka bahkan membahayakan
mereka.
Meskipun kita berniat dan berkeinginan untuk bisa mendapatkan barusan
shaf pertama, tapi selayaknya kitapun harus memperhatikan keadaan shaf tersebut
apakah sudah penuh atau belum. Jika memang kita melihat shaf tersebut sudah
penuh maka hendaknya kita tidak memaksa diri untuk masuk kedalam barisan shaf,
akan tetapi jika kita lihat ada kemungkinan kita bisa masuk kedalam shaf dan
itupun tidak menggangu dan membahayakan orang yang disebelah kita maka barulah
kita masuk kedealam barisan shaf terdepan demi untuk bisa mendapat keutamaan
orang yang berada dishaf pertama dan keutamaan menyambung barisan shaf.
Pengaruh
Masjid Terhadap Kehidupan Masyarakat[38]
Sesungguhnya
keterikatan seseoang terhadap masjid sangat berpengaruh terhadap baiknya
tatanan kehidupan masyarakat kita.
Diantara
pengaruh tersebut diantaranya:
1. Dapat
menghindarkan masyarakat dari segala macam bentuk perbuatan keji dan mungkar
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
اتْلُ
مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
مَا تَصْنَعُونَ
“Bacalah kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan
laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji
dan mungkar.” (Q.S
Al-‘Ankabuut: 45)
2. Menjadikan
setiap individu masyarakat selalu beristi’anah (meminta pertolongan) dengan
shalat pada setiap permasalahan yang ada.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
وَاسْتَعِينُواْ
بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ
“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan
(shalat) itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (Q.S Al-Baqoroh: 45)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ
اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman mohonlah pertolongan (kepada Allah)
dengan sabar dan shalat. Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S Al-Baqoroh: 153)
3. Dapat mengikat
tali persaudaraan sesame kaum muslimin
dengan seringnya bertemu di masjid untuk menunaikan shalat secara
berjama’ah.
4. Dapat
menciptakan suasana masyarakat yang saling mencintai satu sama lain .
5. Bisa menjadi
wadah bagi masyarakat untuk mempelajari agama.
6. Membangkitkan
ruh jihad kepada masyarakat tatkla mereka berada pada barisan shalat yang
seakan-akan mereka berada pada barisan medan tempur.
7. Menampakkan
akan kemuliaan dan kewibawaan islam pada masyarakat lainnya dengan tegaknya
syiar-syiar islam di masjid-masjid
8. Terciptanya suasana
saling membantu antar masyarakat yang membutuhkan bantuan.
9. Dapat
mewujudkan kesetaraan martabat antara kaya, miskin, tua dan muda dlam masyarakat pada saat mereka shalat berdampingan di masjid-masjid.
10. Dapat
menjauhkan masyarakat dari segala macam hal-hal yang melalaikan dzikir kepada Allah.
11. Menjaga
masyarakat dari pengaruh buruk maksiat kepada Allah.
12. Menjauhkan
maysrakat dari segala macam fitnah syubhat dan syahwat
13. Berkumpulnya
kaum muslimin di masjid merupakan sebab
turunnya baraokah
14. Mengajarkan
kepada setiap individu masyarakat untuk disipin dalam waktu sebagaimana mereka
menjaga waktu-waktu shalat dimasjid.
15. Sebagai basis
pengkaderan Ummat Islam.
Potret
para salaf akan keterikatan mereka terhadap Masjid[39]
Para salaf
terdahulu adalah orang-orang yang sangat antusias terhadap Masjid, mereka
adalah orang sangat cinta terhadap Masjid-masjid Allah, hati-hati mereka telah
terikat dengan Masjid.
Berikut ini
adalah beberapa contoh potret akan keterikatan mereka terhadap Masjid
·
Berkata Adiy bin Hatiim -Rahimahullah- :
“ Tidaklah masuk waktu shalat melainkan
aku sangat menginginkan untuk bisa kembali mendatang shalat berikutnya.”
Beliau juga berkata: “ Tidaklah iqomah dikumandangkan melainkan aku
dalam keadaan berwudhu.”
·
Berkata Sa’id bin Al-Musayyib-Rahimahullah-
: “ Tidaklah adzan dikumandnagkan selama tiga puluh tahun melainkan aku sudah
ada didalam Masjid.”
Beliau juga berkata: “ Tidaklah aku mendengar adzan di rumahku selama
tiga puluh tahun melainkan aku telah berada di Masjid.”
Bahkan diriwayatkan beliau tidak pernah tertinggal shalat jama’ah selama
empat puluh tahun dan beliau tidak pernah melihat pundak orang-orang yang
shalat (artinya beliau selalu berada di shaf pertama).
·
Al’amasy-Rahimahullah- termasuk orang
yang selalu menjaga shalat jama’ah bahkan Waki’ bin Al-Jarrah berkata: “aku
tidak lah melihat beliau mengqadha’ shalat selama dua tahun lamanya, padahal
usia beliau telah mendekati tujuh puluh tahun bhkan beliau tidak pernah
tertinggal takbiratul Ihram.”
·
Basyr bin Hasan -Rahimahullah- dijuluki sebagai Shafiy kerna beliau selalu berada dishaf pertama
selam lima puluh tahun.
·
Ibrahim Bin Maimun -Rahimahullah- seorang
yang berprofesi sebagai pembuat emas dan
perak tatkala beliau mengangkat palu untuk membentuk emas dan perak kemudian
terdengar adzan maka seketika beliau lemparkan palu tersebut dan pergi menuju
Masjid.
Potret para salaf diatas menunjukkan akan besarnya perhatian
mereka terhadap masjid. Hati-hati mereka begitu terikat dengan Masjid. Maka
sudah seharusnya seorang muslim untuk menempatkan masjid yang itu adalah
merupakan rumah Allah, kedalam hatinya dengan penuh rasa cinta terhadap tempat
yang mulia tersebut, karena seorang yang hatinya selalu terikat dengan masjid
dengan penuh kecintaan kepadanya, dia termasuk golongan yang mendapat naungan
dari Allah di hari kiamat kelak.
In Sya Allah bersambung...
Ditulis oleh
Agus Susanto bin Sanusi
Di jakarta 19 Syawal 1436H
[1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud no.576 dan Ahmad
9/337 dari Sahabat Abdullah bin Umar, dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Irwa’ul
Ghalil 2/293 no.515
[2] Lihat Mu’jamul Fuqohaa 2/20
[3] Diriwayatkan oleh Muslim no.1513 dari jalan sahabat Abu Hurairoh -Radhiyallahu
anhu-
[4] Diriwayatkan oleh Muslim no.1519
[5] Diriwayatkan oleh Muslim no.2335
[6] Diriwayatkan oleh Muslim no.1521
[7] Diriwayatkan oleh Muslim no.1514
[8]
Diriwayatkan oleh Muslim no.1524
[9] Diriwayatkan oleh Ahmad 2/238 dan dishahihkan
oleh Al-Albani di Shahihul Jami’ no.4521
[10]
Pembahasan ini di ambil dari kitab Silsilah Adab Islamiyah 10/2-27
[11] Diriwayatkan oleh Muslim no.1280 dari jalan
sahabat Jabir bin Abdillah -Radhiyallahu ‘Anhuma-
[12] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya
1/420, An-Nasa’i dalam Sunan Kubro’ 4/158,dan Abu Awanah dalam Musnad-nya
1/341
[13] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya
6/47,62 dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no.3695
[14] Diriwayatkan oleh Muslim no.612 dan Bukhari
no.847
[15] Diriwayatkan oleh Muslim no.1835 dari jalan
Abdullah bin Abbas -Radhiyallahu ‘anhuma-
[16] Diriwayatkan oleh Abu Dawud no.5096 dari jalan
Ummu Salamah -Radhiyallahu ‘anha- dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani
dalam Shahih Ibnu Majah no.3884
[19] Diriwayatkan oleh Hakim dalam Mustadrak
‘Ala As-Shahihain 1/324 dan beliau berkata: “Shahih atas syarat Shahihain.”
Dan disetujui oleh Adz-Dzahabi
[20] Diriwayatkan oleh Abu Dawud no.562.
Dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no.442
[21] Diriwayatkan oleh Hakim dalam Mustadrak
‘Ala As-Shahihain 1/324 dan beliau berkata: “Shahih atas syarat Muslim.”
Dan disetujui oleh Adz-Dzahabi
[22] Diriwayatkan oleh Bukhari no.5516 dan Muslim
no.640
[24] Diriwayatkan oleh Abu Dawud no.466 dari
sahabat Abdullah bin ‘Amr bin ‘Al ‘ash-Radhiyallahu ‘anhuma-. Di shahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Shahihul
Jami’ no.4715
[26] Diriwayatkan oleh Bukhari no.433 dan Muslim
no.1687 dari sahabat Abu Qotadah-Radhiyallahu ‘anhu-
[27] Diriwayatkan oleh Bukhari no.46 Dan Muslim
no.109
[28] Diriwayatkan oleh Muslim no.1521
[29] Diriwayatkan oleh Ahmad 4/344 Dishahihkan
oleh Syeikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no.3714
[30] Diriwayatkan oleh Bukhari no.458
[31] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no.1321
Dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil 5/134 no.1295
[32] Diriwayatkan oleh Bukhari no.690 dan Muslim no.1003 dari sahabat Anas bin Malik
-Radhiyallahu ‘anhu-
[33] Diriwayatkan oleh Muslim no.1000
[35] Diriwayatkan oleh An-Nasa’I dalam Sunanya
no.819 dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no.6590
[36] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no.1002
dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Silsilah As-Shahihah 1/334
no.335
[38] Disarikan dari kitab fi dzilalil Arsy
Ar-rahman hal 105 oleh Syeikh ‘Athiyah Muhammad Salim dan kitab Shalatul
Jama’ah hal 30 oleh DR. Sa’id bin Aliy Al-Qahthaniy
[39] Dinukil dari kitab Silsilah Adab Islamiyah 10/5
0 komentar:
Posting Komentar