Searching...
Kamis, 25 Desember 2014

INOVASI DALAM IBADAH



TEKS HADIST

عن عائشة رضي الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : من أحدث في أمرنا هذا ما ليس فيه فهو رد
“dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhaa berkata: Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:”barangsiapa yang mengadakan perkara  baru dalam urusan kami yang tidak ada contohnya maka tertolak.” 

TAKHRIJ HADIST

Hadist ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahihnya no.2550, Muslim dalam Shahihnya no.4589, Ahmad dalam Musnadnya 6/240,6/270, Abu Dawud dalam Sunannya no.4608, Ibnu majah dalam sunannya no. 14, Ibnu Hibban dalam Shahihnya no.26 dan 27, Al-Baihaqi dalam Sunan Sugrah 9/40, Ibnu Jarud dalam Muntaqo’ 1/251, Ad-Daruquthni dalam Sunanya no.78, Abu ‘Awanah dalam Musnadnya 4/170, Abu Ya’la dalam Musnadnya 8/70, Ibnu ‘Asakir dalam Mu’jamnya 2/199 semuanya dari jalan Ibrahim bin Sa’ad dari ayahnya dari Al-Qosiim bin Muhammad dari ‘Aisyah.

URUGENSI HADIST

1.       Imam Ahmad berkata: “ Pondasi Islam terletak pada tiga hadist
Pertama: hadist “innamal ‘amalu binniyyaat”
Kedua: hadist “ man ahdastsa fi amrina”
Ketiga: hadist “Al-halal bayiyyin wal haroom bayyin”
Karena perkara agama semuanya kembali kepada mengerjakan perintah, meninggalkan larangan, dan berhenti terhadap perkara yang syubhat.” [1]

2.       Berkata Al-hafidz Ibnu Rajab: “ hadist ini adalah pondasi penting dalam agama islam, sebagaimana hadist tentang niat adalah timbangan dalam setiap Amalam batin, dan hadist ini adalah timbangan dalam amalan dzahir, dan setiap amalan yang tidak ditujukan untuk mengharap wajah Allah maka tidak mendapatkan pahala, demikian pula setiap amalan yang tidak ada perintah dari Allah dan Rosul-Nya  akan tertolak.”[2]

3.       Berkata Syeikh Muhammad Bin Shalih Al-‘Utsaimin:” hadist ini sangat agung sekali, dan para ulama pun mengagungkan hadist ini dengan mengatakan: hadist ini adalah pondasi dalam menolak setiap perkara yang baru dalam agama seperti bid’ah dan peraturan yang menyelisihi syari’at islam.”[3]
 
SYARAH HADIST

Hadist ini menunjukkan kepada kita akan kaidah yang sangat besar, bahwa setiap ibadah itu pada asalnya adalah terlarang, dan seseorang tidak dibenarkan untuk melakukan inovasi dalam ibadah meskipun hal itu dianggap suatu kebaikan, hal ini dikarenakan beberapa sebab:

Pertama: bahwa agama islam adalah agama yang sempurna
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الأِسْلامَ دِيناً
Artinya: “ pada hari ini telah aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah ku cukupkan bagi kalian nikmatku serta telah ku Ridhai islam menjadi agama bagi kalan.”[4]
Kesempurnaan agama islam ini tentunya tidak membutuhkan lagi tambahan dan pengurangan, maka barangsiapa yang melakukan inovasi dalam suatu ibadah baik dengan menguranginya atau menambahkannya maka secara tidak langsung dia menganggap bahwa agama ini belum sempurna.
Telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih[5] bahwa seorang yahudi datang kepada Umar Bin Khattab dan mengatakan: “ Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya disana ada suatu ayat yang dibaca oleh kalian dalam kitab kalian, kalau sekiranya ayat tersebut turun kepada kami dari orang-orang yahudi maka kami kan menjadikan hari turunnya ayat tersebut sebagai hari raya.”
Maka beliaupun bertanya: “ayat apakah itu?”
Yahudi itupun menjawab:  
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الأِسْلامَ دِيناً
Artinya: “pada hari ini telah kusempurnakan agama kalian bagi kalian dan telah kucukupkan bagi kalian nikmat-Ku , serta  aku Ridhai islam agama bagi kalian.”
Lihatlah atsar diatas, betapa seorang yahudi mengakui akan kesempurnaan agama islam ini, bahkan dia sangat menginginkan kalau sekiranya ayat tersebut turun kepada orang-orang yahudi..!!!
Akan tetapi sangat disayangkan banyak diantara kaum muslimin yang tidak merasa puas akan kesempurnaan islam ini dengan menganggap bahwa agama islam ini masih butuh penambahan-penambahan yang tidak pernah dicontohkan oleh Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Rosulullah  Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
لقد تركتكم على البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها إلا هالك
Artinya: “sungguh aku telah tinggalkan agama ini dalam keadaan putih bersih, malamnya seperti siangnya, yang tidak ada seorangpun yang berpaling darinya melainkan akan celaka.”[6]

Kedua:  Melakukan inovasi dalam ibadah merupakan perkara bid’ah yang terlarang
Bid’ah adalah setiap perkara baru dalam agama yang tidak pernah dicontohkan oleh Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para sahabatnya. Dan bid’ah dalam islam sangatlah tercela dan terlarang, karena Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“jauhkanlah oleh kalian perkara-perkara yang baru dalam agama, karena sesungguhnya setiap perkara yang baru dalam agama adalam bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” [7]

Adakah bid’ah hasanah  dalam ibadah???

Ketahuilah wahai saudaraku..!!!
Bahwa tidak ada dalam ibadah yang dinamakan bid’ah hasanah, karena mustahil untuk dikatakan bahwa bid’ah yang dinyatakan oleh Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam sebagai kesesatan itu sebagai Hasanah(kebaikan)

Berkata Ibnu Umar:
كل بدعة ضلالة وإن رآها الناس حسنة
Setiap bid’ah itu adalah sesat meskipun manusia menganggapnya baik.” [8]

 Akan tetapi sebagian orang menganggap bahwa didalam ibadah tersebut ada bid’ah hasanah, mereka berdalil dengan perkataan Umar Bin Khattab:
نعمت البدعة هذه
“sebaik-baik bid’ah adalah ini.” Yaitu melakukan shalat tarawih dengan cara berjama’ah
Dan mereka juga berpegang kepada perkataan sebagian para ulama yang membagi bid’ah menjadi beberapa bagian diantaranya adalah perkataan Imam As-Syafi’I yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim Al-Asbhani dari jalan Ibrahim Bin Al-Junaid berkata: telah menceritakan kepada kami Harmalah Bin Yahya, ia berkata: berkata Imam As-syafi’I : Bid’ah itu terbagi menjadi dua: bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela dan apa saja yang bersesuaian dengan Sunnah maka itu adalah terpuji, dan apa saja yang menyelisihnya maka itu adalah tercela.”[9]
 
Maka kita jawab:

1.       Bahwa atsar Umar Bin Khattab ini bukanlah bid’ah secari syar’I melainkan hal itu adalah bid’ah secara bahasa, karena berjamaah dalam shalat tarawih tersebut telah dilakukakan oleh Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam, hanya saja beliau Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam meninggalkan shalat tarawih secara berjama’ah dikarenakan takut kalau hal itu diwajibkan atas ummatnya, kemudian setelah wafatnya Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam Umar pun ingin menghidupkan shalat tarawih secara berjama’ah yang dulu pernah dilakukakan oleh Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dan ini bukan termasuk bid’ah.
2.       Demikian pula halnya dengan penukilan yang datang dari para ulama seperti Al-Imam As-syafi’I yang mebagi bid’ah menjadi dua (bid’ah yang terpuji dan tercela) maksudnya adalah bid’ah secara bahasa

Berkata al-hafidz Ibnu Rajab:”dan adapun beberapa penukian yang datang dari para salaf tentang baiknya suatu bid’ah maka yang dimaksud adalah bid’ah secara bahasa bukan bid’ah secara syar’i.”[10]
 
Ketiga: melakukan inovasi dalam ibadah berarti secara langsung menuduh Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkhianat

Kita telah mengetahui bahwa Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah melaksanakan tugasnya dalam menyampaikan Risalah dari Allah Ta’ala kepada ummatnya dengan sebenar-benarnya
Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآ أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ
Artinya: “ wahai Rosul sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukannya maka engkau tidak menyampaikan risalah tersebut.” Q.S Al-Ma’idah:67
Pada saat haji wada’ Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam beliau bersabda dihadapan para sahabatnya:”ketahuilah bahwa Allah telah mengharamkan kepada kalian darah dan harta-harta kalian sebagaimana Allah telah mengharamkan (berpearang) pada hari ini, di negeri ini, dan dibulan ini tidakkah (kalian bersaksi bahwa )aku telah menyampaikan (rislah dari Rabb-Ku) ??”
Mereka menjawab:” iya “
Beliaupun berkata: “ ya Allah saksikanlah, ya Allah saksikanlah.”[11]
 
Dan seorang yang telah melakukan inovasi dalam ibadah maka secara tidak lansung menganggap bahwa Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah berkhianat dalam menyampaikan risalah, karena dengan kita berinovasi dalam ibadah berarti disana masih ada yang belum disampaikan oleh Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan beliaupun menyembunyikannya, 

Imam Malik Rahimahullah berkata:
مَنْ ابتَدَعَ في الإسلام بدعةً يراها حسنة فقد زعم أنّ محمداً - صلى الله عليه وسلم - خانَ الرّسالة
“barangsiapa yang berbuat bid’ah di dalam agama islam yang dia anggap baik, maka dia telah menyangka bahwa Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah berkhianat dalam menyampaikan risalah.”[12]

Keempat: seorang yang selalu melakukan inovasi dalam ibadah akan terhalang untuk minum dari telaga Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam sebagaimana beliau Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
أنا فرطكم على الحوض فليرفعن إلي رجال منكم حتى إذا أهويت لأناولهم اختلجوا دوني فأقول أي رب أصحابي يقول لا تدري ما أحدثوا بعدك
 “aku akan mendahului kalian di telaga,di nampakkan di hadapanku beberapa orang diantara kalian, ketika aku akan mengambil minuman untuk mereka dari telaga mereka dijauhkkan dariku. Aku lantas berkata:”wahai Rabbku ini adalah ummatku ,lalu Allahpun berfifman: “engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah apa yang mereka perbuat setelahmu.”[13]

Kelima: seorang yang selalu melakukan inovasi dalam ibadah maka dia akan terhalangi untuk bertaubat sampai dia meninggalkan bid’ahnya.

Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
ان الله حجب التوبة عن صاحب كل بدعة
“sesungguhnya Allah akan menghalangi setiap pelaku bid’ah untuk bertaubat sampai ia meninggalkan bid’ahnya.”[14]
 
Maka benarlah apa yang disabdakan oleh Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam bahwa seorang yang gemar dalam melakukan inovasi dalam ibadah itu sangat sulit untuk bertaubat, karena mereka menganggap bahwa apa yang mereka kerjakan tersebut adalah suatu kebaikan.

Macam-macam inovasi dalam ibadah[15]

Ada beberapa macam inovasi dalam ibadah diantaranya:

Pertama: melakukan inovasi dalam ibadah yang sama sekali bukan termasuk dari hukum Allah dan Rosul-Nya maka ini jelas tertolak dan pelakunya termasuk dalam firman Allah:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ
“ Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu yang membuat-buat syari’at dalam agama yang tidak pernah Allah izinkan.”[16]
Siapapun yang melakukan suatu inovasi dalam ibadah yang Allah dan Rosul-Nya tidak pernah mensyari’atkannya maka ibadahnya tersebut sia-sia dan tertolak seperti halnya orang-orang yang melakukan inovasi dalam ibadah dengan bernyanyi dan berjoget sebagaimana dilakukan oleh para ekstrimis kaum sufi.

Kedua: melakukan inovasi dalam suatu ibadah yang terdapat larangannya secara khusus seperti puasa dihari raya, dan shalat pada waktu yang terlarang.

Ketiga: melakukan inovasi dalam suatu ibadah yang asalnya tersebut disyari’atkan kemudian ia memambahkan dengan sesuatu yang tidak di syari’atkan seperti seseorang yang menambahkan bilangan raka’at dalam shalatnya, atau berwudhu sebanyak empatkali-empat kali maka inipun terlarang dan menyelisihi syari’at. akan tetapi apakah ibadahnya itu tidak sah??
Maka hal ini perlu ada perincian sebagai berikut:
·         Jika asal ibadahnya tersebut tidak bisa terpisahkan dengan tambahan yang tidak disyari’atkan maka semua yang dikerjakannya itu tidak sah seperti menambah bilangan rakaat dalam shalat
·         Adapun jika asal ibadahnya tersebut bisa terpisahkan dengan tambahan yang tidak disyari’atkan maka asal ibadahnya tersebut sah dan tambahan ibadahnya tersebut tertolak.

KESIMPULAN

Maka dari uraian diatas jelas sudah bahwa melakukan inovasi dalam ibadah sangatlah tercela dan terlarang, seorang tidak diperkenankan untuk lancang terhadap hukum-hukum yang Allah turunkan dengan membuat-buat inovasi baru dalam ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Dan tulisan ini sama sekali tidak melarang seseorang untuk melakukan inovasi dalam perkara-perkara duniawi, jika kita ingin berinovasi dalam urusan duniawi maka silahkan. Akan tetapi khusus dalam maslaah ibadah maka hendaknya kita jangan memberanikan diri untuk melakukan inovasi yang baru.
Untuk apa kita melakukan inovasi dalam ibadah, sementara masih banyak amalan-amalan sunnah yang dicontohkan oleh Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wa Sallam belum kita kerjakan.
Wallahu’am…

Penulis: Agus Susanto Bin Sanusi

Maraji’:
1. Shahih Bukhari
2.  Shahih Muslim ,
3. Musnad Imam Ahmad
4.Sunan Abu dawud
5. Sunan Ibnu Majah
6. Shahih Ibnu Hibban
7. Sunan As-sugrah, Imam Al-Baihaqi
8. Al-Muntaqo’, Ibnu Jarud
9. Sunan Daruquthni
10. Musnad Abi ‘Awanah
11. Musnad Abi ya’la
12. Mu’jam Ibnu ‘ Asakir
13. Jami’ul ‘ulum wal hikam, Ibnu Rajab Al-Hambali, cetakan pertama tahun 1429h, Daru Thariiq, Riyadh.
14. Syarah Arba’n An-Nawawi, Syeikh Utsaimin.
15. Bahjatu Quluubul Abraar, Syeikh AS-Sa’di, tahqiq Dr. Umar Bin Abdullah Al-Muqbil, cetakan kedua, tahun 1434H, Riyadh
16. Mashadiir Ad-Diin Al-Islamiy, Prof.Dr. Sulaiman Abal Khail, cetakan ketiga, tahun 1341H, Riyadh


[1] Lihat Jami’ul Ulum Wal Hikam hal. 16

[2] Lihat Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam hal.119


[3] Lihat Syarah Arba’in An-Nawawi hal.63

[4] Surat Al-Maidah ayat 3

[5]  Dinukil dari kitab Mashadir Ad-Diin al-Islamiy hal 55-56 oleh Prof.Dr. Sulaiman Aba Khail  

[6] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no.5 dishahihkan oleh Syeikh Al-bani dalam As-shahihah 2/187

[7] Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dan At-Tirmidzi mengatakan “hasan Shahih”

[8] Lihat Syarah Ushul I’tiqod oleh Al-Lalika’I no.126

[9] Lihat Jami’ul Ulum Wal Hikam hal.539

[10] lihat Jami’ul ‘Ulum hal.534

[11] Diriwayatkan oleh Bukhari no.4141

[12] lihat Al-‘Itisham oleh Asy-syatibi 1/28.

[13] Di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

[14] Diriwayatkan oleh At-Thabrani dengan sanad yang Shahih.

[15] lihat Jami’ul ‘Ulum hal.120-122 dengan ringkas

[16]  Surat  Asy-Syuro’ ayat 21

1 komentar:

  1. saya orang fakir ilmu ustadz, saya mau nanya kenapa bid'ah nikmat Sayidina Umar di maknai sebagai bahasa saja? bukan nya Syar'i? Padahal jelas2 beliau menyatakan inilah bid'ah yang nikmat, dan saya rasa orang mulia seperti beliau tidak akan bermain kata2 sembarangan kalau beliau menganggap kullu bid'atin dholalah secara mutlak.
    Sekarang saya tanya lebih dalam, dari penjelasan ustadz dan ulama2 golongan ustadz pernyataan bid'ah nikmat Sayidina Umar adalah bid'ah secara bahasa saja karena sholat tarawih berjamaah sudah di contohkan oleh Nabi sebelum nya.
    Sekarang saya mau tanya lagi, tolong di sebutkan berapa rakaat yang di contohkan Nabi? dan berapa rakaat yang di lakukan Sayidina Umar?
    Apakah jumlah rakaat nya sama? setahu saya Nabi melakukan sholat tarawih berjamaah dan witir 11 rakaat, sedangkan Sayidina Umar melakukannya 23 rakaat? Bagaimana mungkin Sayidina Umar ber inovasi dengan jumlah rakaat yang lebih banyak kalau beliau menganggap hadist "kullu bid'atin dholalah" di maknai secara mutlak? Bagaimana juga dengan penambahan azan Sayidina Utsman? Bukan kah agama Islam ini sudah sempurna, jangan di tambah2 lagi (menurut golongan anda), terus kenapa Sayidian Utsman menambah azan yang tidak di contohkan oleh Nabi? Mohon di jawab dan jangan di hapus ya pertanyaan saya in, karena di web nya Tuasikal, Aslibumiayu, Firaunda, Muslim.or.id, ga ada satupun yg berani menjawab dan memposting pertanyaan saya, bilang nya ustadz berilmu tinggi, pertanyaan mudah seperti ini aja tidak bisa jawab, malah pertanyaan nya tidak di posting2.

    BalasHapus